Yangperlu diperhatikan, Konsep ilmu dalam Islam tidak mengenal dikhotomi, Islam menyajikan ilmu secara integral. Yang ada dalam Islam adalah hirarki keilmuan berdasarkan kreteria tingkat keluhuran dan kemulyaan seperti fardhlu ‘ain dan fardhlu kifayah [4].Antara ilmu agama dengan ilmu sains, keduanya bersumber pada al-Qur’an. Syaid Muhammad Naquib

Ilustrasi Menjalankan Aqidah yang benar dengan beribadah. Foto UnsplashIstilah aqidah tentunya bukan lagi hal asing dalam ajaran Islam. Setiap orang yang mengaku sebagai Muslim, harus memiliki aqidah yang benar terlebih dahulu. Untuk itu, penting bagi umat Muslim memahami seperti apa aqidah yang istilah, aqidah berasal dari kata al-aqdu yang artinya kokoh, kuat, dan erat. Secara bahasa, aqidah adalah keyakinan yang kokoh atas sesuatu, sehingga tidak ada lagi keraguan yang aqidah adalah ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari Alquran dan hadis. Alquran dan hadis digunakan sebagai pedoman hidup yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Berikut pemahaman aqidah yang benar agar keyakinan seorang Muslim menjadi lebih kuat. Aqidah bersumber dari Alquran. Foto UnsplashAqidah yang Benar dan BathilDalam setiap agama, pasti ada aqidah yang dimiliki dan dipegang oleh penganutnya. Aqidah yang dimiliki umat Islam berasal dari Allah SWT, Dzat yang Maha satu buktinya adalah dengan mengikuti kisah para nabi dan ajaran apa yang disampaikan. Allah mengutus nabi dan rasul dengan jarak yang bervariasi antara satu dengan lainnya. Bahkan antara satu nabi dengan yang lainnya bisa berjarak ratusan tahun itu, lokasi para nabi tersebut berdakwah juga berbeda-beda. Namun, jika melihat dari ajaran yang disampaikan, aqidah yang diajarkan oleh para nabi tersebut tetap merupakan aqidah yang itu, aqidah yang bathil mencakup semua aqidah yang bertentangan dengan wahyu dan firman Allah SWT. Aqidah ini hanya bersumber dari akal manusia, atau berasal dari wahyu yang diubah dan diselewengkan. Contoh aqidah yang bathil seperti aqidah yang dibuat orang Yahudi yang menyatakan bahwa bahwa Uzair adalah anak Allah. Ada pula aqidah syiah yang berkeyakinan bahwa Allah menyesal setelah berkehendak, yang dinamakan aqidah bada’.
\njelaskan pesan yang terkandung pada ayat yang menjelaskan aqidah
maksudyang terkandung dalam istilah itu. Hal ini terjadi karena istilah atau bahasa, selain berperan sebagai arbiter, ia juga merupakan sebuah sistem, bentuk, unik, alat komunikasi, dan linear.9 Dalam kajian Filsafat Ilmu, misalnya, Jujun S. Suriasumantri, menjelaskan, bahwa bahasa (term) pada dasarnya mengandung tiga pesan Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’ al-Fatihah adalah surat yang paling agung di dalam al-Qur’an. Hal itu sebagaimana telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id bin al-Mu’alla radhiyallahu’anhu sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya di Kitab Tafsir al-Qur’an hadits no. 4474.Membaca surat al-Fatihah merupakan rukun di dalam sholat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak sah sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab/Surat al-Fatihah.” HR. Bukhari dalam Kitab al-Adzan no. 756.Di dalam surat al-Fatihah terkandung banyak pelajaran seputar masalah aqidah dan pokok-pokok agama. Oleh sebab itu kita dapati para ulama memiliki perhatian besar terhadapnya. Hal itu bisa kita lihat dari karya-karya yang mereka susun untuk menguraikan kandungan faidah surat yang agung ini. Berikut ini kami sebutkan beberapa karya ulama seputar al-Fatihah Pertama; Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memiliki sebuah risalah dengan judul Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah’. Di dalamnya beliau menjelaskan secara ringkas kandungan masalah aqidah dan tauhid dari surat al-Fatihah. Risalah ini telah dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah telah membahas kandungan-kandungan faidah dari surat al-Fatihah dalam pelajaran Ahkam min al-Qur’an al-Karim yang disiarkan dalam program siaran radio di Saudi Arabia dan pelajaran ini pun sudah dibukukan dan diterbitkan surat al-Fatihah – surat al-Baqarah.Ketiga; Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi hafizhahullah memiliki sebuah risalah khusus yang membahas kandungan pelajaran aqidah dari surat al-Fatihah. Risalah itu berjudul Tafsir Suratil Fatihah wa yalihi al-Masa’il al-Mustanbathah minhaa’.Keempat; Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah memiliki sebuah kitab ringkas yang membahas berbagai kandungan pelajaran dan faidah dari surat al-Fatihah. Kitab itu berjudul Min Hidayati Suratil Fatihah’.Pelajaran Tentang TauhidMacam-Macam TauhidIlmu Tauhid dalam Surat al-FatihahPelajaran Tentang TauhidDi dalam surat al-Fatihah terkandung pelajaran tauhid. Sebagaimana telah dijelaskan para ulama bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya. Kekhususan Allah itu terbagi tiga; rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Surat al-Fatihah telah menyimpan faidah dan pelajaran mengenai ketiga macam tauhid dalam ayat yang berbunyi alhamdulillahi Rabbil alamin’ terkandung tauhid rububiyah. Di dalam ayat yang berbunyi ar-rahmanir rahiim’ dan maaliki yaumid diin’ terkandung tauhid asma’ wa shifat. Di dalam ayat yang berbunyi iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ terkandung tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Syarh Ba’dhu Fawa’id min Suratil Fatihah di dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 181.Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam firman-Nya yang artinya, Rabb seru sekalian alam’ terkandung penetapan rububiyah Allah azza wa jalla. Rabb itu adalah Dzat yang menciptakan, menguasai dan mengatur. Maka tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada penguasa kecuali Allah, dan tidak ada pengatur selain Allah azza wa jalla.” lihat Ahkam minal Qur’anil Karim, hal. 12.Bahkan, di dalam ayat yang artinya, “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam” telah terkandung ketiga macam tauhid itu. Di dalam kalimat alhamdulillah’ terkandung tauhid uluhiyah. Hal itu disebabkan karena penyandaran pujian oleh hamba kepada Allah adalah termasuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya. Adapun tauhid rububiyah maka itu dapat dipetik dari kandungan ungkapan rabbil alamin’ bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alam semesta. Adapun tauhid asma’ wa shifat telah terkandung di dalam ayat ini karena di dalamnya disebutkan dua buah nama Allah yaitu Allah’ dan ar-Rabb’ lihat penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah dalam Min Kunuzil Qur’anil Karim dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 1/150.Di dalam kalimat alhamdulillah’ juga terkandung tauhid uluhiyah dari sisi makna kata lillah’. Karena kata Allah’ dalam bahasa arab memiliki makna al-ma’luh al-ma’bud; yaitu Dzat yang disembah dan diibadahi lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam al-Mukhtashar al-Mufid fi Bayani Dala’ili Aqsamit Tauhid, hal. 15.Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Dan firman-Nya yang artinya, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ di dalamnya terkandung tauhid asma’ wa shifat. ar-Rahman dan ar-Rahim adalah dua buah nama diantara nama-nama Allah. Kedua nama ini menunjukkan salah satu sifat yang dimiliki Allah yaitu rahmat/kasih sayang.” lihat keterangan Syaikh ini dalam Syarh Hadits Jibril fi Ta’limid Diin dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/29.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Di dalam kalimat iyyaka na’budu’ terkandung tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba yang disyari’atkan oleh Allah untuk mereka, karena uluhiyah bermakna ibadah. Dan ibadah itu adalah bagian dari perbuatan hamba. Adapun wa iyyaka nasta’in’ mengandung tauhid rububiyah. Karena pertolongan adalah salah satu perbuatan Rabb Yang Maha Suci. Dan tauhid rububiyah itu adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya.” lihat Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 195.Ketika mengomentari kalimat Iyyaka na’bdu wa iyyaka nasta’in, Qatadah rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan kalian untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan supaya kalian meminta pertolongan kepada-Nya dalam segala urusan kalian.” Ayat ini bermakna “Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakal kecuali kepada-Mu.” lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 19, Tafsir al-Qur’an al-Azhim [1/34]. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang bertawakal kepada makhluk telah berbuat syirik lihat Tafsir Surah al-Fatihah, hal. 31.Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Bertawakal kepada sesuatu artinya bersandar kepadanya. Adapun bertawakal kepada Allah maksudnya adalah menyandarkan diri kepada Allah ta’ala dalam rangka mencukupi dan memenuhi keinginannya, baik ketika mencari kemanfaatan ataupun ketika menolak kemadharatan. Ia merupakan bagian kesempurnaan iman dan tanda keberadaannya.” lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 38.Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah separuh agama. Oleh sebab itu kita biasa mengucapkan dalam sholat kita Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Kita memohon kepada Allah pertolongan dengan menyandarkan hati kepada-Nya bahwasanya Dia akan membantu kita dalam beribadah kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya.” Hud 123. Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, “Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya aku akan kembali.” Hud 88. Tidak mungkin merealisasikan ibadah tanpa tawakal. Apabila seorang insan diserahkan kepada dirinya sendiri itu artinya dia disandarkan kepada kelemahan dan ketidakmampuan, sehingga dia tidak akan sanggup untuk beribadah dengan baik.” lihat al-Qaul al-Mufid ala Kitab at-Tauhid [2/28].Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah sebuah kewajiban yang harus diikhlaskan dimurnikan untuk Allah semata. Ia merupakan jenis ibadah yang paling komprehensif, maqam/kedudukan tauhid yang tertinggi, teragung, dan termulia. Karena dari tawakal itulah tumbuh berbagai amal salih. Apabila seorang hamba bersandar kepada Allah semata dalam semua urusan agama maupun dunianya, tidak kepada selain-Nya, niscaya keikhlasan dan interaksinya dengan Allah menjadi benar.” lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 91.Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah salah satu kewajiban tauhid dan iman yang terbesar. Sesuai dengan kekuatan tawakal maka sekuat itulah keimanan seorang hamba dan bertambah sempurna tauhidnya. Setiap hamba sangat membutuhkan tawakal kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam segala hal yang ingin dia lakukan atau dia tinggalkan, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan dunia.” lihat al-Qaul as-Sadid ala Maqashid at-Tauhid, hal. 101.Kesimpulan dari keterangan para ulama di atas adalah bahwa surat al-Fatihah mengajarkan kepada kita untuk mengesakan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya. Artinya kita wajib meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta ini. Kita juga wajib meyakini bahwa hanya Allah sesembahan yang benar, sedangkan semua sesembahan selain-Nya adalah batil. Kita pun harus meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana telah disebutkan dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Dan diantara ketiga macam tauhid ini maka yang paling pokok dan paling penting adalah tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi misi utama dakwah para rasul alaihimus TauhidIman kepada Allah mencakup iman terhadap wujud Allah, iman terhadap rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma’ wa shifat-Nya. Oleh sebab itu wajib mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat lihat keterangan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah dalam Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah maksudnya adalah meyakini bahwa Allah itu esa dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya seperti mencipta, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan mengatur segala urusan di alam semesta ini. Tidak ada sekutu bagi Allah dalam perkara-perkara ini lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah maksudnya adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba seperti dalam berdoa, merasa takut, berharap, tawakal, isti’anah, isti’adzah, istighotsah, menyembelih, bernazar, dsb. Oleh sebab itu ibadah-ibadah itu tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya siapa pun ia; apakah dia malaikat ataupun nabi terlebih-lebih lagi selain mereka lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28Mentauhidkan Allah dalam hal asma’ wa shifat maksudnya adalah menetapkan segala nama dan sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri atau oleh rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam sesuai dengan kesempurnaan dan kemuliaan-Nya tanpa melakukan takyif/membagaimanakan dan tanpa tamtsil/menyerupakan, tanpa tahrif/menyelewengkan, tanpa ta’wil/menyimpangkan, dan tanpa ta’thil/menolak serta menyucikan Allah dari segala hal yang tidak layak bagi-Nya lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28.Pembagian tauhid ini bisa diketahui dari hasil penelitian dan pengkajian secara komprehensif terhadap dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/28. Pembagian tauhid menjadi tiga semacam ini adalah perkara yang menjadi ketetapan dalam madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka barangsiapa menambahkan menjadi empat atau lima macam itu merupakan tambahan dari dirinya sendiri. Karena para ulama membagi tauhid menjadi tiga berdasarkan kesimpulan dari al-Kitab dan as-Sunnah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 28.Semua ayat yang membicarakan tentang perbuatan-perbuatan Allah maka itu adalah tercakup dalam tauhid rububiyah. Dan semua ayat yang membicarakan tentang ibadah, perintah untuk beribadah dan ajakan kepadanya maka itu mengandung tauhid uluhiyah. Dan semua ayat yang membicarakan tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya maka itu mengandung tauhid asma’ wa shifat lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 29.Kaitan antara ketiga macam tauhid ini adalah; bahwa tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Adapun tauhid uluhiyah mengandung keduanya. Artinya barangsiapa yang mengakui keesaan Allah dalam hal uluhiyah maka secara otomatis dia pun mengakui keesaan Allah dalam hal rububiyah dan asma’ wa shifat. Orang yang meyakini bahwa Allah lah sesembahan yang benar -sehingga dia pun menujukan ibadah hanya kepada-Nya- maka dia tentu tidak akan mengingkari bahwa Allah lah Dzat yang menciptakan dan memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan bahwasanya Allah memiliki nama-nama yang terindah dan sifat-sifat yang mulia lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/30.Adapun orang yang mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat maka wajib baginya untuk mentauhidkan Allah dalam hal ibadah tauhid uluhiyah. Orang-orang kafir yang didakwahi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengakui tauhid rububiyah akan tetapi pengakuan ini belum bisa memasukkan ke dalam Islam. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerangi mereka supaya mereka beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Oleh sebab itu di dalam al-Qur’an seringkali disebutkan penetapan tauhid rububiyah sebagaimana yang telah diakui oleh orang-orang kafir dalam rangka mewajibkan mereka untuk mentauhidkan Allah dalam hal ibadah lihat Kutub wa Rasa’il Abdil Muhsin, 3/30-31.Diantara ketiga macam tauhid di atas, maka yang paling dituntut adalah tauhid uluhiyah. Sebab itulah perkara yang menjadi muatan pokok dakwah para rasul dan sebab utama diturunkannya kitab-kitab dan karena itu pula ditegakkan jihad fi sabilillah supaya hanya Allah yang disembah dan segala sesembahan selain-Nya ditinggalkan lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 29.Seandainya tauhid rububiyah itu sudah cukup niscaya Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak perlu memerangi orang-orang kafir di masa itu. Bahkan itu juga berarti tidak ada kebutuhan untuk diutusnya para rasul. Maka ini menunjukkan bahwa sesungguhnya yang paling dituntut dan paling pokok adalah tauhid uluhiyah. Adapun tauhid rububiyah maka itu adalah dalil atau landasan untuknya lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 30.Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak kaum musyrikin arab kala itu untuk mengucapkan kalimat laa ilaha illallah maka mereka pun tidak mau. Karena mereka mengetahui bahwa maknanya adalah harus meninggalkan segala sesembahan selain berfirman yang artinya, “Mereka berkata Apakah dia -Muhammad- hendak menjadikan sesembahan yang banyak ini menjadi satu sesembahan saja, sesungguhnya ini adalah suatu hal yang sangat mengherankan’.” Shaad 5Allah juga berfirman yang artinya, “Sesungguhnya mereka itu ketika dikatakan kepada mereka laa ilaha illallah maka mereka menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan, Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila’.” ash-Shaffat 35-36Hal ini menunjukkan bahwa mereka -kaum musyrikin di masa itu- tidak menghendaki tauhid uluhiyah. Akan tetapi mereka menginginkan bahwa sesembahan itu banyak/berbilang sehingga setiap orang bisa menyembah apa pun yang dia kehendaki. Oleh sebab itu perkara semacam ini harus diketahui, karena sesungguhnya semua penyeru aliran sesat yang lama maupun yang baru senantiasa memfokuskan dalam hal tauhid rububiyah. Sehingga apabila seorang hamba sudah meyakini bahwa Allah sebagai pencipta dan pemberi rizki menurut mereka inilah seorang muslim. Dengan pemahaman itulah mereka menulis aqidah mereka. Semua aqidah yang ditulis oleh kaum Mutakallimin tidak keluar dari perealisasian tauhid rububiyah dan dalil atasnya. Padahal keyakinan semacam ini tidaklah cukup, sebab harus disertai dengan tauhid uluhiyah lihat at-Ta’liqat al-Mukhtasharah alal Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 31.Allah berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” an-Nahl 36.Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” al-Anbiyaa’ 25.Allah berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” an-Nisaa’ 36.Ilmu Tauhid dalam Surat al-FatihahSurat al-Fatihah mengandung pelajaran yang sangat berharga dalam ilmu tauhid. Di dalamnya Allah berfirman yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” al-Fatihah.Makna ayat itu adalah kami mengkhususkan kepada-Mu semata ya Allah dalam beribadah dan kami mengesakan-Mu semata dalam hal meminta pertolongan’. Oleh sebab itu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya. Ini merupakan tauhid kepada Allah dalam hal ibadah lihat keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah dalam Min Hidayati Suratil Fatihah, hal. 14.Kalimat iyyaka na’budu’ merupakan perealisasian dari kalimat tauhid laa ilaha illallah, sedangkan kalimat iyyaka nasta’in’ mengandung perealisasian dari kalimat laa haula wa laa quwwata illa billah. Karena laa ilaha illallah mengandung pengesaan Allah dalam hal ibadah, dan laa haula wa laa quwwata illa billah mengandung pengesaan Allah dalam hal isti’anah/meminta pertolongan lihat Min Hidayati Suratil Fatihah, hal. 15.Di dalam iyyaka na’budu’ terkandung pemurnian ibadah untuk Allah semata. Sehingga di dalamnya pun terkandung bantahan bagi orang-orang musyrik yang beribadah kepada selain Allah di samping ibadah mereka kepada Allah lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 183.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “.. Beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, inilah makna tauhid. Adapun beribadah kepada Allah tanpa meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, ini bukanlah tauhid. Orang-orang musyrik beribadah kepada Allah, akan tetapi mereka juga beribadah kepada selain-Nya sehingga dengan sebab itulah mereka tergolong sebagai orang musyrik. Maka bukanlah yang terpenting itu adalah seorang beribadah kepada Allah, itu saja. Akan tetapi yang terpenting ialah beribadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Kalau tidak seperti itu maka dia tidak dikatakan sebagai hamba yang beribadah kepada Allah. Bahkan ia juga tidak menjadi seorang muwahhid/ahli tauhid. Orang yang melakukan sholat, puasa, dan haji tetapi dia tidak meninggalkan ibadah kepada selain Allah maka dia bukanlah muslim…” lihat I’anatul Mustafid, Jilid 1 hal. 38-39.Ibadah hanya diterima oleh Allah apabila dilandasi dengan tauhid. Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabbnya.” al-Kahfi 110. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Simpul pokok ajaran agama ada dua kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita beribadah kepada-Nya hanya dengan syari’at-Nya, kita tidak beribadah kepada-Nya dengan bid’ah-bid’ah. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Rabbnya.” al-Kahfi 110.” lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 87.Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dengan hanif…” al-Bayyinah 5.Ibadah yang murni untuk Allah inilah yang dimaksud dalam firman-Nya yang artinya, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” adz-Dzariyat 56. Para ulama menafsirkan bahwa makna supaya mereka beribadah kepada-Ku’ adalah supaya mereka mentauhidkan-Ku dalam beribadah’ lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 329.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Makna supaya mereka beribadah kepada-Ku’ adalah agar mereka mengesakan Aku Allah, pent dalam beribadah. Atau dengan ungkapan lain supaya mereka beribadah kepada-Ku’ maksudnya adalah agar mereka mentauhidkan Aku; karena tauhid dan ibadah itu adalah satu tidak bisa dipisahkan, pent.” lihat I’anat al-Mustafid [1/33].Imam al-Baghawi rahimahullah menukil ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Setiap istilah ibadah yang disebutkan di dalam al-Qur’an maka maknanya adalah tauhid.” lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 20.Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Apabila anda telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan anda untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwasanya ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah kecuali apabila bersama dengan tauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak disebut sholat kecuali apabila bersama dengan thaharah/bersuci. Apabila syirik memasuki ibadah maka ia menjadi batal seperti halnya hadats yang menimpa pada thaharah.” lihat matan al-Qawa’id al-Arba’ dalam Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 331.Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah berkata, “… Sesungguhnya ibadah tidaklah diterima tanpa tauhid. Hal itu diserupakan dengan thaharah/bersuci untuk mengerjakan sholat. Karena tauhid merupakan syarat diterimanya ibadah; yaitu ibadah harus ikhlas. Adapun thaharah adalah syarat sah sholat. Maka sebagaimana halnya tidak sah sholat tanpa thaharah/bersuci, maka demikian pula tidaklah sah ibadah siapa pun kecuali apabila dia termasuk orang yang bertauhid…” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 8.Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak hafizhahullah berkata, “Apabila telah dimaklumi bahwasanya sholat yang tercampuri dengan hadats maka hal itu membatalkannya, demikian pula halnya ibadah yang tercampuri syirik maka itu juga akan merusaknya. Seperti halnya hadats yang mencampuri thaharah maka hal itu membatalkannya. Akan tetapi apabila syirik yang dilakukan itu termasuk syirik akbar maka ia membatalkan semua ibadah. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Sungguh jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu.” az-Zumar 65. Dan juga firman-Nya yang artinya, “Seandainya mereka berbuat syirik niscaya lenyap seluruh amal yang pernah mereka kerjakan.” al-An’am 88. Adapun apabila ia tergolong syirik ashghar maka akibatnya adalah menghapuskan amal yang tercampuri dengan riya’ saja dan tidaklah menghapuskan amal-amal yang lain yang dikerjakan dengan ikhlas karena Allah.” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh al-Barrak, hal. 11.Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata, “Setiap amal yang dipersembahkan oleh orang tanpa dibarengi tauhid atau pelakunya terjerumus dalam syirik maka hal itu tidak ada harganya dan tidak memiliki nilai sama sekali untuk selamanya. Karena ibadah tidaklah disebut sebagai ibadah [yang benar] tanpa tauhid. Apabila tidak disertai tauhid, maka bagaimanapun seorang berusaha keras dalam melakukan sesuatu yang tampilannya adalah ibadah seperti bersedekah, memberikan pinjaman, dermawan, suka membantu, berbuat baik kepada orang dan lain sebagainya, padahal dia telah kehilangan tauhid dalam dirinya, maka orang semacam ini termasuk dalam kandungan firman Allah azza wa jalla yang artinya, “Kami teliti segala sesuatu yang telah mereka amalkan -di dunia- kemudian Kami jadikan ia laksana debu yang beterbangan.” al-Furqan 23.” lihat Abraz al-Fawa’id min al-Arba’ al-Qawa’id, hal. 11.Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Maka apabila seorang mukmin mengetahui bahwasanya tauhid apabila tercampuri dengan syirik maka hal itu akan merusaknya. Sebagaimana hadats merusak thaharah. Maka dia pun mengerti bahwa dirinya harus mengenali hakikat tauhid dan hakikat syirik supaya dia tidak terjerumus dalam syirik. Karena syirik itulah yang akan menghapuskan tauhid dan agamanya. Karena tauhid inilah agama Allah dan hakikat ajaran Islam. Tauhid inilah petunjuk yang sebenarnya. Apabila dia melakukan salah satu bentuk kesyirikan itu maka Islamnya menjadi batal dan agamanya lenyap…” lihat Syarh al-Qawa’id al-Arba’ oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, hal. 11.Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi rahimahullah berkata, “Syirik adalah menyamakan atau mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang termasuk dalam kekhususan Allah, atau beribadah/berdoa kepada selain Allah disamping beribadah kepada Allah.” lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh Syaikh Abdullah al-Qar’awi, hal. 20.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Lawan dari tauhid adalah syirik kepada Allah azza wa jalla. Maka tauhid itu adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Adapun syirik adalah memalingkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah azza wa jalla, seperti menyembelih, bernadzar, berdoa, istighatsah, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Inilah yang disebut dengan syirik. Syirik yang dimaksud di sini adalah syirik dalam hal uluhiyah, adapun syirik dalam hal rububiyah maka secara umum hal ini tidak ada/tidak terjadi.” lihat Syarh Ushul Sittah, hal. 11.Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Bukanlah makna tauhid sebagaimana apa yang dikatakan oleh orang-orang jahil/bodoh dan orang-orang sesat yang mengatakan bahwa tauhid adalah dengan anda mengakui bahwa Allah lah sang pencipta dan pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan yang mengatur segala urusan. Ini tidak cukup. Orang-orang musyrik dahulu telah mengakui perkara-perkara ini namun hal itu belum bisa memasukkan mereka ke dalam Islam…” lihat at-Tauhid, Ya Ibadallah, hal. 22.Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali rahimahullah berkata, “Patut dimengerti, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah melainkan dia pasti memiliki kecondongan beribadah/menghamba kepada selain Allah. Mungkin orang itu tidak tampak memuja patung atau berhala. Tidak tampak memuja matahari dan bulan. Akan tetapi, dia menyembah hawa nafsu yang menjajah hatinya sehingga memalingkan dirinya dari beribadah kepada Allah.” lihat Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 147.Syaikh Abdullah bin Shalih al-Ubailan hafizhahullah mengatakan, “Ketahuilah, bahwa tauhid dan mengikuti hawa nafsu adalah dua hal yang bertentangan. Hawa nafsu itu adalah berhala’, dan setiap hamba memiliki berhala’ di dalam hatinya sesuai dengan kadar hawa nafsunya. Sesungguhnya Allah mengutus para rasul-Nya dalam rangka menghancurkan berhala dan supaya -manusia- beribadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Bukanlah maksud Allah subhanahu adalah hancurnya berhala secara fisik sementara berhala’ di dalam hati dibiarkan. Akan tetapi yang dimaksud ialah menghancurkannya mulai dari dalam hati, bahkan inilah yang paling pertama tercakup.” lihat al-Ishbah fi Bayani Manhajis Salaf fit Tarbiyah wal Ishlah, hal. 41.Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ikhlas adalah hakikat agama Islam. Karena islam itu adalah kepasrahan kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Maka barangsiapa yang tidak pasrah kepada Allah sesungguhnya dia telah bersikap sombong. Dan barangsiapa yang pasrah kepada Allah dan kepada selain-Nya maka dia telah berbuat syirik. Dan kedua-duanya, yaitu sombong dan syirik bertentangan dengan islam. Oleh sebab itulah pokok ajaran islam adalah syahadat laa ilaha illallah; dan ia mengandung ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah keislaman yang bersifat umum yang tidaklah menerima dari kaum yang pertama maupun kaum yang terakhir suatu agama selain agama itu. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia pasti akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” Ali Imran 85. Ini semua menegaskan kepada kita bahwasanya yang menjadi pokok agama sebenarnya adalah perkara-perkara batin yang berupa ilmu dan amalan hati, dan bahwasanya amal-amal lahiriyah tidak akan bermanfaat tanpanya.” lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, hal. 30.[bersambung]***Penulis Ari Wahyudi, tururnayat ini, yang menjelaskan bahwa taubat orang-orang yang bertaubat dosa tanpa pengetahuan, kemudian taubat itu diikuti dengan berbuat baik akan diterima oleh Allah Swt. 15 Ishlah yang terkandung dalam ayat ini ialah dengan mengadakan perbaikan terhadap jiwa dan aktivitasnya, sedikitnya perbaikan yang menjadikan segala yang

– Setiap umat muslim harus memiliki aqidah yang benar. Dalil tentang aqidah menjadi pedoman kebenaran bagi kita. Satu bentuk aqidah pokok yang tercantum dalam dalil adalah rukun iman. Mempercayai Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta qada dan qadar. Selain itu, ada banyak dalil tentang aqidah yang menunjukkan keesaan sekaligus kekuasaan bahwa Allah yang Menciptakan Manusia“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yang menciptakan mereka? niscaya mereka menjawab Allah. Maka bagaimana mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allah”. Zukhruf 87.Dalil bahwa Allah yang Menciptakan Langit dan Bumi“Sesungguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa di atas Arsy.” A’raf 54.“Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa lelah.” 38.“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. Dzat yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” 3.Dalil bahwa Allah yang Menguasai Langit dan Bumi“Rabb yang menguasai langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia yang patut disembah?” 65.“Katakanlah, Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai Arsy yang besar? Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah. Katakanlah, Mengapa kamu tidak bertaqwa?” Mu’minun 86-87.Dalil bahwa Allah yang Mengutus Rasulullah“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah As Sunnah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Jumu’ah 2.“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan para rasul” Nahl 36.Dalil bahwa Allah yang Memberi Rizki“Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta kepada-Nya, setiap hari Dia memenuhi semua kebutuhan makhluk-Nya” Rahman 29.Dalil bahwa Hanya Allah yang Berhak Diibadahi“Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Imran 18.“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” Taubah 31.Dalil bahwa Hanya Allah Pemilik Asmaul Husna“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” A’raf 180.Dalil tentang Perintah Beramal Sholeh karena Allah“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” Kahfi 110Malaikat Jibril Mengajarkan Aqidah Islam pada merangkum, dari Umar dia berkata “Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah, suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki mengenakan baju sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang kemudian dia duduk di hadapan Nabi, lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya Rasulullah seraya berkata, Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?’, maka bersabdalah Rasulullah, Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada illah Tuhan yang disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu’.Kemudian lelaki itu berkata, Anda benar’. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Dia bertanya lagi, Beritahukan aku tentang Iman’. Lalu Rasulullah bersabda, Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk’. Kemudian dia berkata, Anda benar’.Kemudian dia berkata lagi, Beritahukan aku tentang ihsan’. Lalu Rasulullah bersabda, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau’.Kemudian dia berkata, Beritahukan aku tentang hari kiamat kapan kejadiannya’. Beliau bersabda, Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya’. Dia berkata, Beritahukan aku tentang tanda-tandanya’. Rasulullah bersabda, Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, kemudian berlomba-lomba meninggikan bangunannya’.Kemudian orang itu berlalu, dan aku berdiam sebentar. Lalu Rasulullah bertanya, Tahukah engkau siapa yang bertanya?’. Aku berkata, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Rasulullah bersabda, Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian bermaksud mengajarkan agama kalian’. Tentang Rukun IslamDari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab dia berkata Saya mendengar Rasulullah bersabda, Islam dibangun di atas lima perkara. Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan’. dan Muslim. Dalil tentang aqidah ini menjadi pedoman mendasar bagi setiap muslim.

Diantaranyaadalah bahwa seorang penafsir harus: 1) memiliki shi hh tul `aqîdah (akidah yang benar, tidak melenceng ), 2) melakukan tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa), 3) berakhlak yang baik, 4) h usn al-niyyah (niat yang baik), 5) memiliki kejujuran akademik saat menafsirkan Al-Qur’an. Kedua, syarat metodologis, yaitu syarat-syarat yang

ayat alquran yang menjelaskan tentang aqidah – Aqidah adalah sebuah keyakinan yang menjadi dasar dalam beragama. Banyak ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah ini, mulai dari bagaimana Allah menciptakan manusia, bagaimana hamba-Nya harus beribadah, hingga cara melaksanakan aqidah dengan benar. Ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dimulai dengan ayat-ayat yang membahas tentang keimanan. Di dalam Alquran, Allah menyampaikan bahwa seorang yang beriman akan mendapatkan pahala dari-Nya. Allah berfirman, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia mendapat pahala yang besar.” QS. Al Baqarah 62. Ayat Alquran juga menegaskan bahwa seorang muslim harus beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang wajib disembah. Allah berfirman, “Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” QS. An Nisa 36. Selain itu, ayat Alquran juga mengajarkan cara melaksanakan aqidah dengan benar. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu menyembah selain Allah, sebab sesungguhnya menyembah selain Allah adalah suatu kezaliman yang besar.” QS. Al Isra 23. Ayat Alquran juga mengingatkan kita mengenai sifat taqwa. Di dalam Alquran, Allah berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu beruntung.” QS. Al Baqarah 197. Ayat Alquran juga menegaskan bahwa setiap orang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. Allah berfirman, “Barangsiapa yang beriman dan berbuat kebajikan, maka sesungguhnya baginya pahala yang baik dan kami akan memberikan kepadanya pahala yang lebih baik dari apa yang telah diperbuatnya.” QS. Al Anfal 30. Semua ayat Alquran ini mengingatkan kita mengenai pentingnya aqidah. Kita diharapkan untuk menghayati dan mengamalkan aqidah dengan benar agar kita bisa mencapai ridho Allah. Dengan memahami aqidah, kita dapat menjadi umat Islam yang lebih baik dan berjaya di dunia dan akhirat. Rangkuman 1Penjelasan Lengkap ayat alquran yang menjelaskan tentang aqidah– Ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dimulai dengan ayat-ayat yang membahas tentang keimanan.– Allah berfirman bahwa seorang yang beriman akan mendapatkan pahala dari-Nya. – Allah juga menegaskan bahwa seorang muslim harus beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang wajib disembah. – Ayat Alquran juga mengajarkan cara melaksanakan aqidah dengan benar. – Ayat Alquran juga mengingatkan kita mengenai sifat taqwa. – Allah juga berfirman bahwa setiap orang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. – Ayat Alquran mengingatkan kita mengenai pentingnya aqidah dan mengamalkan aqidah dengan benar. Penjelasan Lengkap ayat alquran yang menjelaskan tentang aqidah – Ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dimulai dengan ayat-ayat yang membahas tentang keimanan. Ayat Alquran merupakan sumber ajaran agama Islam yang paling utama. Dalam Alquran, Allah SWT menyampaikan ajaran-ajaran moral, etika, hukum dan kepercayaan yang berkaitan dengan aqidah. Ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dimulai dengan ayat-ayat yang membahas tentang keimanan. Ayat pertama yang menjelaskan tentang keimanan adalah surah Al-Baqarah ayat 2. Ayat ini berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang harus beriman kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan harus meninggal dalam keadaan beragama Islam. Ayat berikutnya yang menjelaskan tentang keimanan adalah surah Al-Imran ayat 18. Ayat ini berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang jujur dan orang-orang yang bertakwa akan beroleh rahmat Allah.” Ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman, jujur dan bertakwa akan mendapatkan rahmat Allah. Ayat berikutnya yang menjelaskan tentang keimanan adalah surah Al-Maidah ayat 73. Ayat ini berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh pasti akan masuk surga.” Ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal soleh akan masuk surga. Ayat berikutnya yang menjelaskan tentang keimanan adalah surah Al-Waqiah ayat 56. Ayat ini berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan masuk surga yang penuh berkat.” Ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal saleh akan masuk surga yang penuh berkat. Ayat terakhir yang menjelaskan tentang keimanan adalah surah Al-Baqarah ayat 285. Ayat ini berbunyi “Allah tidak menetapkan suatu pun bagi seseorang melainkan sesuai dengan takdirnya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kepadanya petunjuk untuk mencapai kebahagiaan.” Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan memberikan suatu pun kepada seseorang selain yang telah ditetapkan oleh-Nya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepadanya untuk mencapai kebahagiaan. Kesimpulannya, ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dimulai dengan ayat-ayat yang membahas tentang keimanan. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa Allah tidak memberikan suatu pun kepada seseorang selain yang telah ditetapkan oleh-Nya, orang yang beriman dan beramal saleh akan masuk surga, dan orang yang beriman, jujur dan bertakwa akan mendapatkan rahmat Allah. – Allah berfirman bahwa seorang yang beriman akan mendapatkan pahala dari-Nya. Aqidah adalah landasan keyakinan yang kuat yang dianut oleh umat Islam. Ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah adalah ayat yang mengajarkan bahwa seorang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. Ayat ini dapat ditemukan dalam Alquran Surah AlMaidah ayat 9. Ayat ini berbunyi, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, Dia akan memberikan jalan keluar kepadanya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah Maha Luas Karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menjanjikan jalan keluar dan rezeki yang tidak terduga kepada orang yang beriman kepada-Nya. Ayat ini menekankan pentingnya menyembah Allah dengan cara yang benar dan berfokus pada akhirat. Dengan melakukan ini, seseorang akan mendapatkan pahala dari Allah. Pahala ini dapat berupa kesuksesan di dunia atau di akhirat. Allah juga menjanjikan bahwa Dia akan mencukupi orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Ini berarti bahwa orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah akan mendapatkan apa yang dia butuhkan baik di dunia maupun di akhirat. Ayat ini juga menekankan pentingnya beriman kepada Allah. Orang yang beriman akan mengikuti kebenaran, yaitu dengan menyembah Allah dan mematuhi perintah-Nya. Dengan berbuat demikian, orang tersebut akan mendapatkan pahala dari Allah. Akhirnya, orang tersebut akan mencapai kesuksesan di dunia dan di akhirat. Ayat Alquran ini mengajarkan bahwa seorang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. Ayat ini menekankan pentingnya beriman dan bertawakal kepada Allah. Dengan melakukan ini, orang tersebut akan mendapatkan pahala yang akan mengantarkannya ke kesuksesan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, seorang yang beriman harus selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. – Allah juga menegaskan bahwa seorang muslim harus beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang wajib disembah. Aqidah adalah fondasi pokok dari agama Islam. Ini merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh para Muslim yang membedakan mereka dengan orang lain. Aqidah mengandung pemahaman dan keyakinan tentang Tuhan, Nabi, Kitab Suci, dan hari akhir. Dalam Al-Quran, Allah juga menegaskan bahwa seorang muslim harus beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah adalah QS. Al-Ikhlas 1121-4. Ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah yang benar-benar berhak untuk disembah dan diibadahi. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan dan tidak ada sekutu baginya. Ini menegaskan bahwa seorang muslim seharusnya tidak mempercayai dan menyembah apapun selain Allah. Ayat lain yang juga menjelaskan tentang aqidah adalah QS. Al-Baqarah 2 163-164. Ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman harus meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang paling tinggi dan tidak ada yang dapat menandingi-Nya dalam ketuhanan. Ayat ini juga mengingatkan Muslim untuk menghormati ibadah yang ditetapkan Allah dan mengimani semua rasul dan kitab yang diturunkan kepada mereka. Ayat lain yang juga menjelaskan tentang aqidah adalah QS. Al-Kafirun 109 1-6. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa orang yang beriman harus meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah. Ayat ini juga menegaskan bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Ayat lain yang menegaskan aqidah adalah QS. An-Nisa 4 48. Ayat ini menegaskan bahwa seorang muslim harus meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah dan tidak ada sekutu baginya. Ayat ini juga mengingatkan Muslim untuk beribadah dan menghormati Allah. Ayat lain yang menegaskan aqidah adalah QS. Al-Jin 72 1-3. Ayat ini mengingatkan Muslim untuk meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah dan tidak ada yang dapat menandingi-Nya. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah adalah sumber dari segala sesuatu dan bahwa Dia adalah Tuhan yang paling tinggi. Semua ayat Al-Quran yang disebutkan di atas menegaskan bahwa seorang muslim harus beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah. Ini merupakan suatu keyakinan yang sangat kuat dalam aqidah dan merupakan salah satu fondasi penting agama Islam. Oleh karena itu, seorang muslim harus menjaga agamanya dengan mengikuti segala perintah Allah dan menghindari segala larangan-Nya. – Ayat Alquran juga mengajarkan cara melaksanakan aqidah dengan benar. Aqidah adalah kumpulan konsep keyakinan yang membentuk dasar agama dan keyakinan seseorang. Aqidah adalah ideologi yang membentuk agama, yang menentukan cara beragama, cara berpikir, dan cara hidup. Aqidah memberikan panduan bagi umat manusia untuk hidup dan berperilaku sebagai seorang muslim. Dalam agama Islam, Al Qur’an adalah sumber utama aqidah. Al Qur’an mengandung pesan-pesan Allah yang menjelaskan tentang keesaan Allah, hari akhir, dan cara menjalankan kehidupan sebagai seorang muslim. Ayat-ayat Al Qur’an menjelaskan tentang aqidah dengan jelas dan jelas. Ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang aqidah antara lain ialah Al-Quran 2177 yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak bertoleransi terhadap orang-orang yang menyalahi perintah-Nya dan tidak mematuhi perintahnya.” Ayat ini menggambarkan tentang aqidah sebagai cara untuk menghindari api neraka. Ayat Al-Qur’an juga mengajarkan cara melaksanakan aqidah dengan benar. Al-Quran 3102 menyatakan, “Telah datang kepadamu petunjuk dari Tuhanmu dan penyempurnaan agama; maka takutlah kepada Allah dan hendaklah kamu bertaqwa kepada-Nya.” Ayat ini menyatakan bahwa untuk melaksanakan aqidah dengan benar, kita harus bertaqwa kepada Allah dan mengikuti petunjuk dan penyempurnaan yang diberikan oleh-Nya. Ayat Al-Qur’an juga menekankan pentingnya berpegang teguh pada aqidah. Al-Quran 53 menerangkan, “Sesungguhnya telah datang kepadamu petunjuk dari Tuhanmu, maka hendaklah kamu mengikuti ajaran Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” Ayat ini menganjurkan kita untuk mengikuti petunjuk Allah dan tidak mengikuti hawa nafsu orang lain. Aqidah adalah dasar agama dan keyakinan yang membentuk cara beragama, cara berpikir, dan cara hidup seseorang. Al Qur’an adalah sumber utama aqidah. Ayat-ayat Al Qur’an menjelaskan tentang aqidah dengan jelas dan jelas. Ayat Al-Qur’an juga mengajarkan cara melaksanakan aqidah dengan benar, yaitu dengan bertaqwa kepada Allah dan mengikuti petunjuk dan penyempurnaan yang diberikan oleh-Nya. Ayat Al-Qur’an juga menekankan pentingnya berpegang teguh pada aqidah dengan mengajak kita untuk mengikuti petunjuk Allah dan tidak mengikuti hawa nafsu orang lain. Dengan demikian, aqidah dapat diterapkan dengan benar dan tepat. – Ayat Alquran juga mengingatkan kita mengenai sifat taqwa. Aqidah merupakan konsep yang penting dalam agama Islam. Ini adalah konsep yang menyangkut keyakinan dan pemahaman tentang Allah, malaikat, kitab suci, para nabi, hari akhir, dan konsep lainnya yang berkaitan dengan agama. Ayat-ayat Alquran mengajarkan kita tentang aqidah, dan banyak ayat Quran juga menyebutkan tentang sifat taqwa. Taqwa adalah salah satu sifat yang penting dalam Islam. Sifat ini menggambarkan seseorang yang taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Seseorang yang bertaqwa menghormati dan mencintai Allah, dan menjalankan perintah-Nya dengan penuh keyakinan dan tunduk. Ayat-ayat Quran yang menjelaskan tentang aqidah dan sifat taqwa secara khusus bertujuan untuk mengingatkan umat Islam untuk menjaga agama mereka dan untuk hidup dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. Berikut adalah beberapa ayat Alquran yang mengajarkan tentang aqidah dan sifat taqwa Pertama, adalah Surah Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam.” Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk menjaga aqidah mereka dan tidak meninggalkan agama ini. Kedua, adalah Surah Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, berpegang teguhlah kepada tali Allah agama Islam, dan janganlah kamu bercerai berai.” Ayat ini mengingatkan kita untuk bersatu dalam agama kita dan untuk tidak berpecah belah. Ketiga, adalah Surah Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi “Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal sesama. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Ayat ini menekankan pentingnya sifat taqwa dan menunjukkan bahwa orang yang paling bertakwa adalah orang yang paling dihormati di sisi Allah. Keempat, adalah Surah Al-Anfal ayat 2 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Ayat ini mengingatkan kita untuk menjaga aqidah kita dan untuk meninggal dalam kondisi beragama Islam. Kelima, adalah Surah Al-Hujurat ayat 49 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir, maka jadilah kamu lebih kuat daripada mereka itu dengan kekuatan taqwa.” Ayat ini mengingatkan kita untuk bertaqwa dan menjadi kuat dalam iman kita, meskipun kita berhadapan dengan orang-orang yang tidak beriman. Kesimpulannya, ayat Alquran juga mengingatkan kita tentang sifat taqwa. Sifat ini sangat penting dalam Islam karena ia menunjukkan kesungguhan seseorang dalam mengikuti ajaran agama. Ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah dan sifat taqwa ini mengingatkan kita untuk menjaga agama kita dan untuk hidup dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam. – Allah juga berfirman bahwa setiap orang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. Ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah adalah ayat yang menjelaskan keimanan seseorang kepada Allah dan menunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Esa yang harus dipercaya dan diibadahi. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang aqidah adalah firman Allah SWT dalam surat Al Imran ayat 132 yang berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, niscaya mereka akan mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih”. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan pahala kepada orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh. Ini menunjukkan bahwa setiap orang yang memiliki keimanan yang kuat dan melakukan amal saleh secara konsisten akan mendapatkan pahala dari Allah. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 157 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”. Ini menunjukkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh dan memberikan mereka kesempatan untuk tinggal di surga. Kesimpulannya, ayat Alquran yang menjelaskan tentang aqidah menunjukkan bahwa Allah SWT berfirman bahwa setiap orang yang beriman akan mendapatkan pahala dari Allah. Ini menunjukkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh dan memberikan mereka kesempatan untuk tinggal di surga. Ayat Alquran ini juga mengingatkan kita bahwa kita harus beriman kepada Allah dan melakukan amal saleh dengan sempurna agar kita dapat mendapatkan pahala dari Allah. – Ayat Alquran mengingatkan kita mengenai pentingnya aqidah dan mengamalkan aqidah dengan benar. Aqidah merupakan hal yang sangat penting bagi seorang muslim. Aqidah adalah keyakinan yang dapat membantu seseorang untuk menjalani hidupnya dengan benar dan mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu, Al-Quran mengingatkan kita mengenai pentingnya aqidah dan mengamalkan aqidah dengan benar. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah sebagian besar berfokus pada kekuatan iman dan keyakinan yang kuat. Di dalam Al-Quran, Allah swt mengingatkan kita bahwa iman adalah landasan dasar bagi seorang muslim. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan beriman dengan hati yang kuat, mereka itu adalah orang-orang yang berada di atas petunjuk.” QS. Al-Hujurat 13. Dengan menjaga dan meningkatkan keyakinan kita terhadap Allah swt, kita dapat mencapai kebahagiaan dalam hidup kita. Selain itu, Al-Quran juga mengingatkan kita tentang pentingnya menyembah Allah swt dengan sepenuh hati. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan janganlah kamu mati melainkan sebagai orang-orang yang berserah diri.” QS. Ali Imron 102. Dengan melaksanakan perintah Allah swt dan memiliki iman yang kuat, kita dapat mencapai kesucian jiwa dan menemukan kebahagiaan yang hakiki. Al-Quran juga mengingatkan kita tentang pentingnya berpegang teguh pada aqidah dan menjauhi kekufuran. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan janganlah kamu menyembah selain-Nya. Sesungguhnya neraka Jahannam itu kesempitannya sangat dahsyat.” QS. Al-Baqarah 177. Dengan berpegang teguh pada aqidah dan menghindari kekufuran, kita dapat menjauh dari api neraka dan mencapai kebahagiaan yang hakiki. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah merupakan pengingat penting bagi kita. Ayat-ayat tersebut mengingatkan kita bahwa iman dan takwa adalah fondasi penting dalam kehidupan kita. Dengan melaksanakan perintah Allah swt dan berpegang teguh pada aqidah, kita dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengingatkan dan mengamalkan aqidah dengan benar.

Didalam al-Quran banyak ayat yang mengandung kata syari’ah dengan berbagaitasrifnya (Asy-Syura ayat 13), Al-Maidah ayat 48, Al-A’raf ayat 162 dan Al-Jatsiyah ayah 18). Al-Ahkam artinya hukum-hukum yang terkandung dalam sumber hukum yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Mengacu pada definisi siyasah yang telah di jelaskan di atas maka dapat Terdapat sebuah kaidah yang berharga dalam ilmu tafsirالمحترزات في القرأن تقع في كل المواضع في اشد الحاجة إليها“muhtarazat yang terdapat dalam Al Qur’an itu terletak pada tempat-tempat yang memang penjelasannya sangat-sangat dibutuhkan”Yang dimaksud muhtarazat di sini adalah penjelasan yang dapat menghilangkan kesalah-pahaman yang muncul dalam benak ketika membaca suatu ayat. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan “ini adalah kaidah yang sangat besar manfaatnya dan sangat agung. Yaitu, setiap pembahasan dalam Al Qur’an yang Allah paparkan, baik berupa hukum maupun kabar, lalu yang timbul dalam benak pembacanya adalah sesuatu hal yang lain, pasti di sana Allah telah memberikan penjelasan yang digandengkan dengan pemaparan tersebut sehingga jelaslah perkaranya sejelas-jelasnya. Inilah bentuk pengajaran yang tidak meninggalkan isykal sedikitpun. Dan tidak meninggalkan kemungkinan-kemungkinan yang salah sedikitpun. Ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah dan betapa luasnya hikmah-Nya” Al Qawa’idul Al Hisan Al Muta’alliqah bi Tafsirin Qur’an, 73.Jadi, ketika ada ayat yang berpotensi dipahami secara salah oleh pembacanya, atau pembaca memiliki prasangka yang salah, akan ditemukan penjelasan yang sangat jelas dalam ayat lain yang digandengan dengan ayat tersebut sehingga maknanya dipahami dengan pas dan beliah rahimahullah membawakan beberapa contohContoh pertama, Allah Ta’ala berfirmanإِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَٰذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini Mekah Yang telah menjadikannya suci” QS. An Naml 91.Terkadang dalam benak pembaca akan memahami dari ayat ini bahwa Allah adalah Tuhannya orang Mekah saja, maka setelahnya terdapat muhtaraz, penjelasan yang menghilangkan sangkaan tersebut,وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ“dan kepunyaan Allah lah segala sesuatu” QS. An Naml 91Contoh kedua, Allah Ta’ala berfirmanلَّا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk yang tidak ikut berperang” QS. An Nisa 95Terkadang pembaca berprasangkan bahwa semua orang yang enggan berjihad maka ia bukan mukmin, walaupun orang tersebut memiliki udzur-udzur yang menggugurkan hukum wajib baginya untuk berjihad. Maka Allah menghilangkan sangkaan ini pada ayat selanjutnyaغَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ“kecuali orang memiliki udzur” QS. An Nisa 95Contoh ketiga, Allah Ta’ala berfirman لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sebelum penaklukan Mekah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu” QS. Al Hadid 10Bisa jadi ada yang menyangka bahwa para sahabat yang berinfaq setelah Fathul Makkah tidak memiliki keutamaan sama sekali dan tidak mengangkat derajat mereka. Allah mencegah prasangka demikian dengan berfirmanوَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ“dan bagi kedua golongan tersebut Allah janjikan bagi mereka kebaikan” QS. Al Hadid 10.Dan bisa jadi juga pembaca menyangka bahwa keutamaan yang didapatkan orang-orang yang berinfaq sebelum Fathul Makkah itu didapatkan semata-mata karena amal mereka atau karena harta yang mereka miliki tanpa melihat keikhlasan dan keimanan serta kecintaan mereka kepada Allah yang mendasari perbuatan tersebut. Maka Allah pun menutup ayat ini dengan berfirmanوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ“Dan Allah Maha Mengetahui perkara batin dari yang kalian amalkan” QS. Al Hadid 10.Para ulama mengatakan, sifat Al Alim dan Al Khabir terkadang maknanya sama, yaitu bahwa ilmu Allah itu sangat luas, dalam dan mencakup segala sesuatu. Namun terkadang juga berbeda, Al Alim terkait perkara zhahir sedangkan Al Khabir terkait perkara keempat, Allah Ta’ala berfirmanإِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya” QS. Al Qashash 56.Terkadang bisa dipahami dari ayat ini bahwa hidayat Allah itu datang begitu saja secara seketika tanpa sebab. Maka Allah pun menyangkal pemahaman demikian dengan firman-Nyaوَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ“dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk” QS. Al Qashash 56.Hidayah akan didapatkan oleh orang-orang yang mengambil sebab-sebab untuk mendapatkan hidayah. Syaikh As Sa’di mengatakan “maksudnya, Allah lebih mengetahui siapa orang yang mau menerima hidayahnya karena kesucian hatinya dan kebaikan yang ada pada dirinya. Dan Allah juga lebih mengetahui orang yang tidak demikian” Al Qawa’idul Hisan, 75.Demikian beberapa contoh dari kaidah ini. Ini semua menunjukkan betapa tingginya metode pengajaran yang ada dalam Al Qur’an dan betapa mendalam hikmah yang terkandung di bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.***Sumber rujukan Al Qawa’idul Al Hisan Al Muta’alliqah bi Tafsirin Qur’an, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Dar Ibnul JauziPenulis Yulian PurnamaArtikel FirmanAllah dalam QS. al-Ahqaf: 9 (Qul Ma Kuntu Bid’an Min ar-Rusul), menurut satu pendapat maknanya adalah: “Katakan Wahai Muhammad, Aku bukan Rasul pertama yang belum pernah didahului oleh rasul sebelumku” (artinya penggunaan dalam makna Maf’ul)”, menurut pendapat lain makna ayat tersebut adalah: “Katakan wahai Muhammad, Aku
10 Ayat Yang Menjelaskan Tentang Aqidah – Aqidah adalah sebuah keyakinan yang menjadi pondasi bagi umat Islam, yang menjelaskan tentang berbagai ajaran agama Islam. Aqidah tidak boleh dipisahkan dengan ibadah, karena menurut Al-Quran, Allah telah menetapkan bahwa umat Islam harus melakukan ibadah berlandaskan keyakinan yang benar. Berikut ini adalah 10 ayat dari Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah Pertama, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 285 “Allah menciptakan manusia dan mengajarkan kepada mereka cara berbicara. Allah memberikan petunjuk kepada mereka, agar mereka dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan agar mereka dapat mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan manusia dan memberikan kepada mereka petunjuk untuk mengetahui ajaran-ajaran agama. Kedua, Allah berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 59 “Dan barangsiapa yang memeluk agama Islam, maka ia telah berpegang teguh pada aqidah yang lurus.” Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang memeluk agama Islam telah berpegang teguh pada aqidah yang lurus. Ketiga, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 1-2 “Maha Suci Allah, yang telah menurunkan Al-Kitab kepada hamba-Nya, dan tidak menyelewengkan kandungannya. Yang membenarkan yang sebelumnya, yaitu Taurat, dan yang menjaga aqidah benar, yaitu Injil.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab dan menjaga agar aqidah benar. Keempat, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 14 “Kemudian, Kami telah menetapkan untukmu Muhammad aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam. Kelima, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 19 “Sesungguhnya agama yang diridhai Allah ialah agama Islam.” Ayat ini menjelaskan bahwa agama yang diridhai Allah adalah agama Islam. Keenam, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 85 “Dia Allah telah menetapkan bagi kamu agama yang dia berikan kepada Nabi Nuh, yaitu agama yang tidak banyak berubah, yaitu agama yang teguh kepada aqidah benar.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan agama yang teguh kepada aqidah benar. Ketujuh, Allah berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 136 “Kami telah memberikan kepadamu petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah memberikan kepada kita petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam. Kedelapan, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 “Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam untuk umatnya dan telah menetapkan Islam sebagai agama yang diridhai-Nya. Kesembilan, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 48 “Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan membawa kebenaran, yaitu menegakkan apa yang benar dan menjelaskan aqidah benar.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, yaitu menegakkan apa yang benar dan menjelaskan aqidah benar. Kesepuluh, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 92 “Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan membawa kebenaran, menegakkan aqidah benar, dan menjadi pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, menegakkan aqidah benar, dan menjadi pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dengan demikian, 10 ayat-ayat di atas dapat kita jadikan sebagai panduan dalam meyakini ajaran-ajaran agama Islam, agar kita dapat menjalankan ibadah dengan benar. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap 10 Ayat Yang Menjelaskan Tentang 1. Allah telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepada mereka cara berbicara serta memberikan petunjuk kepada mereka agar dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk serta mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu Al-Baqarah 285. 2. Barangsiapa yang memeluk agama Islam, maka ia telah berpegang teguh pada aqidah yang lurus An-Nisa 59. 3. Allah telah menurunkan Al-Kitab dan menjaga agar aqidah benar Al-Kahfi 1-2. 4. Allah telah menetapkan aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam Al-Hujurat 14. 5. Agama yang diridhai Allah ialah agama Islam Ali-Imran 19. 6. Allah telah menetapkan agama yang teguh kepada aqidah benar Ali-Imran 85. 7. Allah telah memberikan kepada kita petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam An-Nisa 136. 8. Allah telah menyempurnakan agama Islam untuk umatnya dan telah menetapkan Islam sebagai agama yang diridhai-Nya Al-Maidah 3. 9. Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, yaitu menegakkan apa yang benar dan menjelaskan aqidah benar Al-Maidah 48. 10. Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, menegakkan aqidah benar, dan menjadi pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman Al-An’am 92. Penjelasan Lengkap 10 Ayat Yang Menjelaskan Tentang Aqidah 1. Allah telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepada mereka cara berbicara serta memberikan petunjuk kepada mereka agar dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk serta mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu Al-Baqarah 285. Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan untuk mengembangkan fitrah yang diberikan kepada mereka. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah 285, yang berbunyi “Dan Allah telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepada mereka cara berbicara serta memberikan petunjuk kepada mereka agar dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk serta mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Ayat ini menekankan bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan akal dan memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan demikian, manusia dapat menggunakan akalnya untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil, antara yang benar dan yang salah. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah adalah Sang Maha Kuasa atas semua makhluk dan setiap tindakan. Karena Allah adalah Sang Pencipta, Dia lebih tahu apa yang terbaik bagi umat-Nya dan mengetahui segala sesuatu. Ayat ini mengarahkan kita untuk mengikuti petunjuk-Nya dan mengikuti sikap yang ditentukan oleh-Nya. Ayat ini juga menekankan pentingnya aqidah. Aqidah adalah keyakinan yang kuat terhadap Tuhan dan keyakinan yang kuat pada kebenaran ajaran-Nya. Aqidah adalah landasan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan memahami dan menghayati aqidah ini, kita akan lebih mudah untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang hak dan yang bathil. Aqidah juga membantu kita untuk menerima ajaran-ajaran Allah dengan hati dan pikiran yang tulus. Dengan aqidah yang kuat, kita akan merasa lebih mudah untuk menerima ajaran-ajaran Allah dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Aqidah juga membantu kita untuk berpikir tentang konsekuensi dari setiap tindakan kita dan membantu kita untuk menjadi lebih baik. Aqidah yang kuat juga membantu kita untuk menyatakan rasa kagum dan terima kasih kepada Allah atas segala yang diberikan-Nya. Dengan aqidah yang kuat, kita akan merasa lebih mudah untuk mengakui bahwa Allah adalah sumber dari segala yang kita miliki. Aqidah yang kuat juga akan membantu kita untuk mencintai Allah dan memuji-Nya atas segala yang telah diberikan-Nya. Jadi, ayat tersebut mengingatkan kita bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan akal dan fitrah untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan mengajarkan kita untuk selalu mengikuti petunjuk-Nya. Selain itu, ayat ini juga menekankan pentingnya aqidah yang kuat untuk membantu kita membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang bathil dan yang hak. Dengan aqidah yang kuat, kita akan merasa lebih mudah untuk menerima ajaran-ajaran Allah dan menerapkan mereka dalam kehidupan kita. 2. Barangsiapa yang memeluk agama Islam, maka ia telah berpegang teguh pada aqidah yang lurus An-Nisa 59. Aqidah adalah prinsip yang mendasari keyakinan, pandangan, dan tindakan seseorang. Aqidah juga dapat didefinisikan sebagai keyakinan yang benar tentang Tuhan, makhluk-Nya, dan perjalanan hidup manusia. Kata “aqidah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti “keyakinan”. Aqidah adalah landasan bagi pemeluk agama karena ia menjelaskan bagaimana seseorang harus berhubungan dengan Tuhan dan makhluk-Nya. Ayat 59 surat An-Nisa dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa barangsiapa yang memeluk agama Islam, maka ia telah berpegang teguh pada aqidah yang lurus. Dengan kata lain, orang yang memeluk agama Islam telah memeluk aqidah yang benar dan lurus. Dalam Islam, aqidah adalah landasan dan fondasi untuk memahami dan mempraktekkan agama. Ini adalah komponen penting dalam agama karena aqidah menjelaskan bagaimana seseorang harus berhubungan dengan Tuhan dan makhluk-Nya. Aqidah juga menentukan cara berpikir dan tindakan yang harus diambil oleh seseorang. Aqidah menjadi dasar bagi perbedaan antara yang benar dan yang salah. Aqidah membantu seseorang untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, dan yang membanggakan dan yang tidak membanggakan. Aqidah juga membantu seseorang untuk memahami ajaran-ajaran agama dengan benar. Aqidah juga membantu seseorang untuk menemukan makna hidup. Dengan memahami aqidah yang benar, seseorang akan dapat menemukan tujuan dan makna hidupnya. Aqidah juga membantu seseorang untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan menolak segala bentuk keburukan. Aqidah juga membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan mengikuti aqidah yang benar, seseorang akan dapat mencapai tujuan hidupnya dengan cara yang benar dan baik. Aqidah juga membantu seseorang untuk mencapai kebahagiaan yang berkelanjutan di dunia dan akhirat. Dalam Islam, setiap pemeluk agama diharapkan untuk berpegang teguh pada aqidah yang benar dan lurus. Dengan melakukannya, seseorang akan dapat memahami ajaran-ajaran agama dengan benar dan mencapai tujuan hidupnya dengan cara yang benar dan baik. Dengan kata lain, aqidah adalah dasar bagi setiap pemeluk agama untuk menemukan makna hidup dan mencapai tujuan hidupnya. Aqidah merupakan landasan utama yang harus dipegang oleh setiap muslim untuk menjalankan ibadah. Aqidah adalah keyakinan yang dianut oleh setiap muslim tentang keesaan Allah, wujud-Nya, sifat-sifat-Nya, dan ajaran-ajaran agama yang diajarkan melalui wahyu. Aqidah ini didasarkan pada Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah adalah Al-Kahfi 1-2. Ayat ini berbunyi “Dengan menurunkan Al-Kitab dan menjaga agar aqidah benar, sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun.” Al-Kahfi 1-2 Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab Al-Quran untuk menjaga agar aqidah yang dianut oleh umat Islam tetap benar. Al-Quran menjadi sumber ajaran yang sempurna yang harus dipegang oleh semua muslim. Al-Quran merupakan pedoman hidup yang memberikan arahan kepada umat Islam untuk beribadah kepada Allah, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, ayat ini juga menyebutkan bahwa Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun. Ini menunjukkan bahwa Allah akan selalu memaafkan kesalahan yang kita lakukan, dan akan selalu siap untuk memberikan rahmat dan ampunan. Allah tidak akan pernah menghukum seseorang hanya karena ia menyimpang dari ajaran agama. Aqidah yang benar merupakan fondasi yang kuat untuk membangun agama Islam. Dengan melaksanakan aqidah yang benar, kita akan memiliki keyakinan yang kuat tentang ajaran agama dan dapat menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya. Dengan mengikuti ayat Al-Kahfi 1-2, kita dapat menjaga agar aqidah kita tetap benar, sehingga kita tetap dalam jalan yang lurus menuju kebahagiaan abadi di sisi Allah SWT. 4. Allah telah menetapkan aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam Al-Hujurat 14. Aqidah adalah keyakinan yang mengatur bagaimana seseorang berpikir dan berperilaku. Dalam Islam, aqidah mencakup keyakinan terhadap Tuhan, malaikat, Kitab-kitab Suci, nabi-nabi, hari akhir, dan sebagainya. Ini berarti bahwa aqidah mengatur bagaimana seseorang harus menghadapi seluruh aspek kehidupan. Dalam Al-Quran, Allah telah menjelaskan tentang aqidah. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang aqidah adalah Al-Hujurat 14. Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia telah menetapkan aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam. Ayat ini membuktikan bahwa sejak awal, Allah telah menetapkan aqidah yang lurus, yang berarti bahwa Islam adalah jalan yang lurus. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah jalan yang benar dan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sejak awal, Allah telah menetapkan aqidah yang lurus yang mengatur bagaimana seseorang harus menghadapi seluruh aspek kehidupan. Ayat ini juga menegaskan bahwa aqidah yang lurus adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk melakukan perjalanan hidup yang benar. Islam merupakan jalan yang tepat yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, seseorang harus selalu berpegang teguh pada aqidah yang lurus untuk mencapai kesuksesan di dunia dan di akhirat. Aqidah yang lurus juga memungkinkan seseorang untuk memahami dan menghormati orang lain. Dengan memahami aqidah yang lurus, seseorang akan lebih mudah untuk memahami orang lain dan mendukung mereka. Hal ini sangat penting untuk menjaga persatuan dan persaudaraan di masyarakat. Kesimpulannya, Al-Hujurat 14 menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan aqidah yang lurus, yaitu suatu jalan yang lurus Islam. Ayat ini menegaskan bahwa aqidah yang lurus adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Aqidah yang lurus juga memungkinkan seseorang untuk memahami dan menghormati orang lain, sehingga mampu menjaga persatuan dan persaudaraan di masyarakat. 5. Agama yang diridhai Allah ialah agama Islam Ali-Imran 19. Aqidah adalah seperangkat keyakinan yang membentuk landasan dasar bagi seorang muslim. Aqidah berfungsi untuk membantu seseorang mencapai kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat. Aqidah juga menjadi dasar bagi setiap tindakan yang diambil oleh seseorang. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang aqidah adalah ayat yang terdapat dalam surah Ali-Imran ayat 19. Ayat ini berbunyi “Sesungguhnya agama yang diridhai Allah ialah agama Islam.” Ayat ini membuktikan bahwa agama yang diakui Allah adalah agama Islam. Dengan kata lain, agama Islam adalah agama yang dapat memberikan kebahagiaan dan kemuliaan kepada seseorang. Ini juga berarti bahwa segala bentuk agama lain selain agama Islam tidak akan diterima oleh Allah. Selain itu, ayat ini juga menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang muslim yang benar-benar diakui oleh Allah, seseorang harus berpegang teguh pada ajaran agama Islam. Seseorang harus menjalankan semua perintah Allah, dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kasih sayang dan ridha Allah. Ayat ini juga menegaskan bahwa agama Islam adalah agama yang paling sempurna. Ini berarti bahwa agama Islam telah menyediakan segala sesuatu yang diperlukan oleh seorang muslim untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, seorang muslim harus menjalankan segala perintah dan larangan yang diberikan dalam agama Islam. Untuk menyimpulkan, ayat Ali-Imran 19 menegaskan bahwa agama yang diridhai Allah adalah agama Islam. Ini berarti bahwa agama Islam adalah agama yang paling sempurna dan seorang muslim harus berpegang teguh pada ajaran agama Islam untuk mendapatkan ridha Allah. 6. Allah telah menetapkan agama yang teguh kepada aqidah benar Ali-Imran 85. Ayat Al-Qur’an yang ke-85 dari surat Ali-Imran menyatakan bahwa Allah telah menetapkan agama yang teguh kepada aqidah benar. Aqidah benar adalah aqidah yang diyakini dan diterima oleh seluruh umat Islam. Aqidah ini mencakup berbagai prinsip dan ajaran yang menentukan jalan hidup seseorang. Aqidah benar dimulai dengan mengakui Allah sebagai Tuhan, mempercayai para malaikat, kitab-kitab Suci, para nabi dan rasul, hari akhir, dan ketentuan-ketentuanNya. Berdasarkan ayat tersebut, dapat dikatakan bahwa Allah telah menetapkan satu agama yang benar untuk diterima oleh semua umat Islam. Agama ini merupakan agama yang teguh dan menyediakan jalan yang benar bagi umat Islam untuk menjalankan hidup mereka. Agama ini juga diyakini memiliki sifat-sifat yang mengatur perilaku manusia dan memberi petunjuk bagi mereka dalam memenuhi hak-hak Allah. Ayat ini juga menyatakan bahwa aqidah benar yang diterima oleh umat Islam adalah hasil dari perintah Allah. Oleh karena itu, seluruh umat Islam diharapkan untuk menaati perintah-Nya dan mengikuti ajaran-ajarannya. Ini merupakan kunci untuk mencapai tujuan hidup yang telah ditentukan oleh Allah. Kesimpulannya, dengan ayat Al-Qur’an yang ke-85 dari surat Ali-Imran, Allah telah menetapkan agama yang teguh kepada aqidah benar. Aqidah benar ini merupakan hasil dari perintah Allah yang diyakini dan diterima oleh seluruh umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan untuk menaati perintah-Nya dan mengikuti ajaran-ajarannya agar dapat mencapai tujuan hidup yang telah ditentukan oleh Allah. 7. Allah telah memberikan kepada kita petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam An-Nisa 136. Ayat ini diambil dari surat An-Nisa’ yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan di antara kamu; karena kamu khawatir akan tidak mendapat rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang lagi Maha Pengasih kepada manusia. Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada kamu petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah memberikan kepada umat manusia petunjuk dan pengajaran yang benar, yaitu petunjuk dan pengajaran agama yang benar Islam. Ini berarti bahwa Allah menyediakan umat manusia dengan pedoman dan ajaran yang tepat agar mereka dapat menjalani kehidupan dengan benar. Oleh karena itu, Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dan pengajaran-Nya kepada umat manusia, termasuk Nabi Muhammad saw. Ayat ini sekaligus menjelaskan pentingnya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kita harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya agar dapat mencapai rahmat Allah dan keselamatan di akhirat. Kita juga harus menghormati ajaran agama yang benar yaitu Islam, karena Islam merupakan satu-satunya ajaran yang dapat menuntun manusia ke jalan yang benar. Ayat ini juga menekankan bahwa Allah Maha Penyayang dan Maha Pengasih kepada umat manusia. Ini berarti bahwa Allah telah menyediakan manusia dengan petunjuk dan pengajaran yang benar agar mereka dapat menjalani kehidupan dengan benar dan sejahtera. Dengan mengikuti petunjuk dan pengajaran yang benar yaitu Islam, kita dapat mencapai keselamatan di akhirat. Dalam kesimpulan, ayat ini menekankan pentingnya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, menghargai ajaran agama yang benar yaitu Islam dan juga menyadari bahwa Allah Maha Penyayang dan Maha Pengasih kepada manusia. Dengan mengikuti petunjuk dan pengajaran yang benar yaitu Islam, kita dapat mencapai keselamatan di akhirat. 8. Allah telah menyempurnakan agama Islam untuk umatnya dan telah menetapkan Islam sebagai agama yang diridhai-Nya Al-Maidah 3. Ayat Al-Maidah 3 menunjukkan bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam sebagai agama yang diridhai-Nya dan diutus untuk seluruh manusia. Allah telah menyempurnakan agama Islam sebagai agama yang akan menyelamatkan manusia dan mengantarkan mereka kepada kebahagiaan abadi di akhirat. Dengan menyempurnakan agama Islam, Allah telah memberikan manusia panduan hidup yang jelas dan mudah diikuti. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Allah telah mengesahkan agama Islam sebagai agama yang diridhai-Nya dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran ketika Allah berfirman “Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” QS. Al-Maidah 3. Ayat ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna yang diciptakan oleh Allah untuk manusia. Dengan mengesahkan Islam sebagai agama yang diridhai-Nya, Allah telah memberikan panduan yang jelas bagi manusia untuk hidup dalam ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya. Di dalam Islam, manusia dihimbau untuk melakukan kebajikan, menjauhi kemungkaran, dan berlaku adil terhadap sesamanya. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga kehormatan diri dan menghormati agama lain. Di dalam Islam, umat tidak boleh menyakiti orang lain atau memaksa mereka untuk mengikuti agama Islam. Selain itu, umat juga dihimbau untuk menjaga perdamaian dan saling menghormati antar sesama umat beragama. Setelah menyempurnakan agama Islam, Allah telah menetapkan Islam sebagai agama yang diridhai-Nya. Hal ini berarti bahwa agama Islam adalah agama yang dapat diterima oleh Allah dan yang dapat digunakan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan menyempurnakan agama Islam, Allah telah memberikan manusia panduan dan ajaran hidup yang tepat agar mereka dapat hidup dalam keridhaan Allah. Ayat Al-Qur’an Al-Maidah 548 adalah ayat yang menyatakan bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab untuk menegakkan apa yang benar dan menjelaskan aqidah benar. Ini berarti bahwa Allah telah menunjukkan jalan yang benar untuk kita ikuti sebagai manusia. Aqidah adalah keyakinan dasar tentang Allah, Tuhan, dan agama. Ini berarti bahwa ayat ini menyatakan bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan lainnya untuk menjelaskan aqidah yang benar. Ayat ini juga menyatakan bahwa terlepas dari kitab-kitab yang telah diturunkan, Allah juga telah menyediakan pedoman lain seperti rasul-rasul dan para nabi untuk menegakkan apa yang benar. Mereka telah diberi tugas untuk menyampaikan pesan Allah kepada umat manusia. Ini berarti bahwa dengan mengikuti ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh para nabi dan rasul, kita akan dapat mencapai aqidah yang benar. Selain itu, Allah juga telah menyediakan petunjuk melalui peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita. Peristiwa-peristiwa alam ini dapat menjadi tanda-tanda bagi kita untuk mengingat Allah dan menyadari bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Dengan demikian, dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diberikan oleh Allah melalui peristiwa alam, kita dapat mencapai aqidah yang benar. Dalam kesimpulannya, ayat Al-Qur’an Al-Maidah 548 menyatakan bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab untuk menegakkan apa yang benar dan menjelaskan aqidah yang benar. Dengan demikian, kita harus mengikuti ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh Allah melalui para nabi dan rasul, serta peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita, untuk mencapai aqidah yang benar. Aqidah merupakan asas yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Aqidah adalah keyakinan yang teguh tentang Allah, Nabi-Nabi, Kitab-Kitab Suci, malaikat-malaikat dan hari akhir. Aqidah juga merupakan pondasi utama bagi seorang muslim untuk mengarahkan hidupnya dalam kesucian dan ketaqwaan. Ayat Al-An’am 92 yang diterjemahkan sebagai “Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, menegakkan aqidah benar, dan menjadi pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” adalah salah satu ayat yang menjelaskan tentang aqidah. Ayat ini menyatakan bahwa Allah telah menurunkan Al-Kitab sebagai sumber kebenaran yang menegakkan aqidah benar. Al-Kitab berperan sebagai pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Ayat ini mengajarkan kita pentingnya memahami dan meyakini aqidah benar. Aqidah benar adalah kunci untuk mencapai keimanan yang benar. Dengan aqidah benar, kita akan memahami makna dan tujuan hidup kita sebagai manusia. Ini juga akan membantu kita untuk menjaga diri dari setiap bentuk pengaruh yang dapat menyebabkan keraguan dan kekacauan. Ayat ini juga mengajarkan kita pentingnya mengikuti Al-Kitab sebagai pedoman kita. Al-Kitab adalah sumber kebenaran yang mengajarkan kita tentang aqidah yang benar. Dengan mengikuti Al-Kitab, kita akan memperoleh petunjuk untuk menjalankan hidup kita sesuai dengan ajaran-ajaran Allah. Kita juga akan mendapatkan rahmat dan berkat dari Allah. Ayat ini juga mengingatkan kita untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah. Jika kita ingin mencapai keimanan yang benar, kita harus meyakini aqidah benar dan mengikuti Al-Kitab sebagai pedoman hidup kita. Dengan melakukan ini, kita akan mendapatkan rahmat dan berkat dari Allah. Akhirnya, ayat ini mengajarkan kita bahwa aqidah yang benar adalah kunci untuk mencapai keimanan yang benar. Dengan meyakini aqidah yang benar dan mengikuti Al-Kitab sebagai pedoman hidup kita, kita dapat memperoleh rahmat dan berkat dari Allah. Ini merupakan cara yang terbaik untuk hidup sebagai muslim yang beriman.
gwUj.
  • hy73jc597a.pages.dev/129
  • hy73jc597a.pages.dev/466
  • hy73jc597a.pages.dev/280
  • hy73jc597a.pages.dev/509
  • hy73jc597a.pages.dev/391
  • hy73jc597a.pages.dev/350
  • hy73jc597a.pages.dev/307
  • hy73jc597a.pages.dev/379
  • jelaskan pesan yang terkandung pada ayat yang menjelaskan aqidah