SumberGas CO2 di Laut. Posted on July 13, 2015 by ekoefendi. Karbondioksida adalah suatu komposisi campuran kimia yang terdiri atas dua atom oksigen kovalent yang terikat pada satu atom karbon. Gas ini berada diatmosfir bumi pada suhu dan tekanan standar. Pada saat sekarang diperkirakan diperkirakan konsetrasi rata-rata secara global berkisar
Banjir rob ini menerjang pesisir utara Jakarta dan menggenangi pemukiman warga disana. Badan Geologi bahkan sudah melakukan kajian terkait penurunan permukaan tanah. Tercatat hingga 2013 permukaan tanah di Jakarta sudah turun 40 meter dari asalnya, khususnya di Jakarta bagian utara. Dampak yang sudah jelas terlihat adalah wilayah di pesisir Jakarta Utara. Air laut sudah masuk dan mengurangi batas wilayah di Jakarta Utara. Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG memperkirakan daerah pesisir Jakarta Utara akan mengalami air pasang maksimum pada 9 Januari hingga 11 Januari 2020. Masuknya air laut ke wilayah Jakarta sudah menimbulkan intrusi atau masuknya air laut ke pori-pori batuan yang mencemarkan air tanah. Menurut catatan Badan Geologi intrusi air laut sudah mencapai wilayah Monas bagian utara. Salah satu penyebab penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut adalah pengambilan air tanah yang berlebihan diberbagai wilayah Jakarta. Mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pernah mengungkapkan Jakarta bisa tenggelam di tahun 2030. Rata-rata penurunan muka tanah DKI Jakarta sekitar 7,5 cm per tahun. Dia menyebut, bahkan ada wilayah yang penurunan muka tanahnya mencapai 18 cm per tahun. Selain itu mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menerangkan, rata-rata penurunan muka tanah DKI Jakarta sekitar 7,5 cm per tahun. Penurunan muka tanah sendiri sudah terjadi sejak 1975. Penurunan muka tanah ini sejalan masifnya pengambilan air tanah serta pembangunan yang masif. Guna memitigasi risiko tersebut, pemerintah mulai membangun tanggul pengamanan pantai. Tanggul yang masuk dalam proyek Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Deveploment NCICD di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara Itu itu dibangun pada tahun 2014. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan pembangunan tanggul laut raksasa lepas pantai Jakarta bisa dimulai pada 2021 setelah penyusunan masterplan rampung disusun. Pembangunan tanggul laut raksasa merupakan upaya jangka panjang dalam mengatasi penurunan muka tanah dan kenaikan air laut di pesisir Jakarta. Tanggul pengamanan pantai atau giant sea wall dibangun untuk menjaga sebagian wilayah Utara Jakarta yang terancam tenggelam lantaran permukaan tanah yang terus turun. Disamping ancaman air laut yang terus naik akibat penurunan tanah yang terus turun drastis di Jakarta, tanggul laut di Muara Baru jebol beberapa bulan lalu. Tanggul NCICD itu jebol sekitar 100 meter. Salah satu titik tanggul juga retak. Air laut pun merembes melalui retakan tanggul. Alhasil, rumah warga pun ikut terendam. Banyak bangunan di pesisir utara Jakarta ditinggal penghuni akibat banjir rob. Staf Ahli Menteri PUPR Firdaus Ali mengatakan bahwa pembangunan tanggul laut raksasa atau dikenal dengan sebutan giant sea wall merupakan upaya jangka panjang dalam mengatasi penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut di pesisir Jakarta. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG memperkirakan daerah pesisir Jakarta Utara akan mengalami air pasang maksimum pada 9 Januari hingga 11 Januari 2020. Air pasang maksimum ini diduga akan mengakibatkan banjir rob dan bisa memperparah banjir di Jakarta. ketinggian air bisa mencapai 1,4 meter tetapi saat ini ketinggian air hanya 40 sentimeter Cm karena baru memasuki fase pasang-surut perbani neap tides. BMKG memperkirakan air pasang maksimum akan terjadi pada 9 Januari pukul WIB, 10 Januari pukul WIB, dan 11 Januari 2020 pukul WIB. Perlu diketahui, pascabanjir akibat curah hujan yang tinggi kemarin, kini warga pesisir Jakarta Utara juga sudah harus bersiap untuk menghadapi banjir rob pada pekan ini. Air pasang maksimum nanti diduga akan mengakibatkan banjir rob dan bisa memperparah banjir di Jakarta khususnya pesisi utara Jakarta. Sudah siapkah? Seorang anak bermain di banjir Rob yang menggenangi kawasan hutan bakau Muara Angke. Perlu diketahui setelah pasca banjir akibat curah hujan yang tinggi kemarin, kini warga pesisir Jakarta Utara sudah mulai harus bersiap diri menghadapi banjir rob yang diperkirakan terjadi pada pekan ini. Beberapa warga tampak membakar sampah di samping tanggul Jakarta. Karena ancaman air laut di Jakarta bukanlah sebuah mitos. Sudah siapkah kita? Seorang anak juga tampak asyik bermain sepakbola di kawasan pesisir utara Jakarta yang kerap dilanda banjir rob saat kawasan tersebut masih kering.
Sebuahvideo viral di TikTok memperlihatkan fenomena alam yang tak biasa. Video tersebut dibagikan oleh laman TikTok dengan nama fahmiahab. Pria ini memperli
Jakarta - Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur di era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo ini, isu Jakarta tenggelam masih menghantui warga satu tanda yang membuatnya terasa seolah-olah semakin nyata yakni penampakan permukaan air laut di kawasan pesisir Jakarta Utara. Tanpa kita sadari, kini tingginya setara bahkan hampir melebihi permukaan oleh detikcom, Selasa 20/09/2022 melalui meteran air laut di kawasan Pantai Mutiara, Jakarta Utara, permukaan air laut hanya berjarak sekitar 1-2 meter dari tepi tanggul yang membatasinya dengan daratan. Sedangkan menurut untuk tinggi air lautnya sendiri. Dari tahun ke tahun, tinggi tanggul terus bertambah seiring dengan permukaan air laut yang semakin tinggi. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pengurus kapal di kawas tersebut."Ini semakin tinggi tanggulnya, dulu ini mepet. Tembok sebelah sana dulunya rata sama tanah ini daratan. Terus ditinggi-tinggiin," yang sudah bekerja di sana selama kurang lebih lima tahun telah menyaksikan perubahan yang terjadi dengan tinggi permukaan air laut. Bahkan kini ketika pasang, air laut hanya berjarak sejengkal dari tepi tanggul."Pokoknya tuh untuk deretan tanggul sini jaraknya hampir sejengkal," demikian, kejadian tanggul jebol belum pernah terjadi. Hanya saja beberapa tahun lalu sempat ada kejadian air meluap hingga menyebabkan masyarakat karena itu, ia menyampaikan, pemerintah mulai merencanakan pembaruan tanggul dengan menambah ketinggiannya agar tidak luber ke daratan."Ini nanti mau mulai ada pembaruan lagi, mau ditinggiin. Tapi belum tahu, masih rencana katanya," salah satu faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya hal ini ialah proyek reklamasi pulau. Hal itulah yang menyebabkan daratan semakin turun dan permukaan air laut semakin tinggi."Itu sih banyaknya pembangunan pulau, reklamasi," tambahan informasi, sebelumnya Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin di bulan Agustus lalu sempat menyoroti kembali perkara Jakarta tenggelam salah satunya berkaitan dengan tingginya penggunaan air tanah di Ibu khawatir kondisi tersebut jika dibiarkan terus-menerus akan mengakibatkan bencana tenggelamnya DKI Jakarta pada 2050, sesuai dengan prediksi para ahli."Salah satu hal yang saat ini menjadi tantangan kita bersama, bahwasanya di Provinsi DKI Jakarta isu tentang air minum yang memang masih tingginya pengambilan penggunaan dari air tanah. Penggunaan air tanah ini masih sangat besar sekali di Provinsi DKI Jakarta dan memang ini membuat kemudian banyak efek ekologi menjadi salah satu hal mengancam kehidupan di Jakarta," kata Arief, beberapa waktu juga Video Kawasan Muara Baru Jakut Diprediksi Tenggelam pada 2050[GambasVideo 20detik] dna/dna
Ironisnya di tengah ancaman kelangkaan air tersebut, potensi air hujan di Jakarta yang mencapai 2.000 juta m3/tahun tidak teresap optimal karena hanya 26,6% yang teresap ke dalam tanah dan sisanya 73,4% terbuang sia-sia ke laut. Tentu saja, rendahnya resapan air di kawasan perkotaan pada umumnya dan di Jakarta khususnya, disebabkan pesatnya
Home Peristiwa Sabtu, 06 November 2021 - 1710 WIBloading... Kenaikan air pasang laut atau yang lebih dikenal banjir rob telah merendam sejumlah wilayah Jakarta Utara, Sabtu 6/11/2021. Foto MNC Portal/Yohannes Tobing A A A JAKARTA - Kenaikan air pasang laut atau yang lebih dikenal banjir rob telah merendam sejumlah wilayah di Jakarta Utara, Sabtu 6/11/2021. Salah satunya di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta satu petugas keamanan di sekitar Suprapto mengatakan, banjir ini terjadi sejak pagi tadi dan sudah terjadi selama empat hari itu terjadi karena air laut yang meluap. Baca Juga "Banjir ini sudah dari jam 8 pagi tadi, tapi biasanya cepat surutnya. Ini Banjir juga biasanya terjadi cuma empat hari doang biasanya," ucap Suprapto saat ditemui Suprapto, biasanya ketinggian banjir rob di sekitar bisa mencapai ketinggian 50 cm. Akibat pasangnya air laut ini, aktivitas perdagangan di sekitar menjadi terganggu."Cukup terganggu pastinya, karena kalau banjir motor jadi tidak bisa masuk dan barang juga tidak bisa keluar ataupun masuk jadinya sulit," terang pantauan wartawan MNC Portal, banjir ini telah menggenangi sejumlah ruas jalan utama di wilayah pelelangan ikan Nizam banjir ini, banyak pengendara baik motor maupun mobil mencari jalan pintas untuk menghindari terkena banjir. Adapun yang nekat melintas namun akhirnya itu, banyak warga di sekitar yang memilih menumpang truk besar untuk bisa melewati banjir ini baik yang berangkat ke kantor maupun Muara Baru, banjir rob juga menerjang permukiman warga di Muara Angke, Pluit, Penjaringan dan Pelabuhan Kali Adem sejak tadi pagi. Baca Juga mhd banjir jakarta banjir rob jakarta utara air laut naik muara angke Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 10 menit yang lalu 1 jam yang lalu 4 jam yang lalu 6 jam yang lalu 7 jam yang lalu 8 jam yang lalu
RepublikIndonesia merupakan negara yang berusia 70 tahun sejak proklamasi kemerdekaannya yaitu 17 Agustus 1945. Indonesia dikenal sebagai negara yang besar dengan luas wilayah lebih dari 1.900.000 kilometer persegi dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau sehingga membuat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.
JAKARTA, - Jakarta tenggelam agaknya bukan menjadi isapan jempol belaka. Pasalnya, sejumlah wilayah di pesisir utara Jakarta membuktikan bahwa naiknya level air laut dan turunnya permukaan tanah telah terjadi. Di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, misalnya, daratan sudah lebih rendah dibanding dengan permukaan air laut. Senin 28/11/2022, menelusuri wilayah pesisir utara Jakarta itu. Ditemani teriknya sinar matahari menjelang siang, perjalanan dimulai saat memasuki Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru. Terdapat tanggul beton dengan tinggi kira-kira dua meter dari sisi daratan. Tanggul membentang memisahkan daratan dan perairan laut. Baca juga Menengok Utara Jakarta yang Akan Tenggelam jika Tak Ada Tanggul Jika berjalan di sisi daratan, seolah tidak terjadi apa-apa. Hanya terdengar suara debur ombak yang menghantam tanggul beton. Namun, saat mengintip ke arah laut dari balik tanggul, akan sangat terlihat jelas bahwa permukaan air laut lebih tinggi dibandingkan daratan. Selisih tingginya bahkan sudah mencapai 1,5 meter. Artinya, apabila tidak ada tanggul, wilayah daratan utara Jakarta sudah pasti tenggelam. Genangan air laut di kawasan Muara Baru Kendati dipisahkan tanggul, bukan berarti sisi daratan kering seluruhnya. Terdapat beberapa genangan yang cukup luas. Warga setempat mengatakan bahwa genangan tersebut berasal dari air laut yang melimpas ke daratan ketika air pasang. "Ya namanya air kan selubang jarum saja bisa lewat. Kan itu ada yang bocor-bocor dari situ," ungkap Beda salah satu warga bernama 56 saat ditemui di kawasan tanggul Muara Baru, Senin. Meski tak sampai merendam hunian semipermanen di sana, air laut setinggi 5-10 sentimeter tampak menggenangi area depan rumah mereka. Baca juga Tanggul Retak, Permukiman Warga di Muara Baru Selalu Tergenang Saat Air Laut Pasang Aliran air laut yang menggenangi perumahan warga cukup mengganggu aktivitas, baik saat menjemur pakaian, maupun mengurusi ternak. Sebab, warga harus bolak-balik melintasi genangan tersebut. Retaknya tanggul laut raksasa Muara Baru Keretakan sisi tanggul disinyalir menjadi penyebab seringnya air laut melimpas ke daratan saat pasang. Dua retakan tersebut berjarak kira-kira 10 meter dari seberang rumah semi permanen milik warga setempat.
Mengapaair di bumi lebih banyak dari daratan . Question from @Ririnmuharining - Sekolah Menengah Pertama - Geografi. karna bumi memiliki daratan yang rendah sehingga daratan yang renda tersebutuh ditutupi oleh lautan. 1 votes Thanks 1. More Questions From This User See All. Ririnmuharining October 2019 | 0 Replies . 1/2 × 2/3 × 3/4
Mengapa Peresapan Air Laut Lebih Banyak Terjadi Di Jakarta Utara – Ketika seseorang berbicara tentang air laut mereka biasanya berfikir tentang pantai dan pesisir. Namun, bagi warga Jakarta Utara, air laut berarti banyak hal lain. Jakarta Utara merupakan salah satu daerah berjamur di wilayah Jakarta. Dengan kondisi lahan yang relatif datar dan dekat dengan laut lepas, kondisi tersebut memungkinkan air laut untuk menjalar ke dalam tanah. Hal ini menyebabkan air laut mendekati permukaan tanah dan berpotensi untuk masuk ke dalam sistem air tanah. Tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi dari daerah lain di Jakarta. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kondisi geologi dan topografi Jakarta Utara. Pertama, karena daerah ini relatif datar, menyebabkan air laut mudah menyebar dan menyerap di tanah. Kedua, daerah ini dekat dengan laut lepas, menyebabkan air laut cenderung untuk masuk ke dalam tanah. Ketiga, tanah di Jakarta Utara memiliki struktur berserakan yang memungkinkan air laut untuk menyerap dengan mudah. Selain itu, kondisi iklim juga mempengaruhi tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara. Daerah ini berada di kawasan tropis dengan curah hujan yang lebih tinggi daripada daerah lain di Jakarta. Hal ini menyebabkan air laut menjadi lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, daerah ini juga mengalami musim panas yang lebih panjang daripada daerah lain di Jakarta. Musim panas menyebabkan tingkat pengeringan tanah lebih tinggi, dan air laut lebih cepat menyerap. Karena kondisi geologi, topografi, dan iklim di Jakarta Utara, tingkat peresapan air laut di daerah tersebut lebih tinggi daripada daerah lain di Jakarta. Tingkat peresapan air laut ini penting untuk memastikan pasokan air bersih bagi warga Jakarta Utara. Ini juga membantu menjaga kelestarian lingkungan karena air laut dapat digunakan untuk menyiram tanaman di daerah tersebut. Dengan demikian, peresapan air laut di Jakarta Utara memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Mengapa Peresapan Air Laut Lebih Banyak Terjadi Di Jakarta – Air laut di Jakarta Utara dapat masuk ke dalam tanah karena daerah tersebut relatif datar dan dekat dengan laut – Kondisi geologi, topografi, dan iklim di Jakarta Utara memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam – Curah hujan yang lebih tinggi di Jakarta Utara menyebabkan air laut lebih mudah menyerap ke dalam – Musim panas yang lebih panjang di Jakarta Utara menyebabkan tingkat pengeringan tanah lebih tinggi, dan air laut lebih cepat – Tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi daripada daerah lain di – Peresapan air laut di Jakarta Utara memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. – Air laut di Jakarta Utara dapat masuk ke dalam tanah karena daerah tersebut relatif datar dan dekat dengan laut lepas. Kerapatan penduduk di Jakarta Utara yang tinggi, bersama dengan tingkat air laut yang tinggi, telah menyebabkan tingginya tingkat peresapan air laut di daerah tersebut. Meskipun pemerintah telah berupaya keras untuk mengurangi tingkat peresapan air laut dengan berbagai proyek pengendalian banjir, namun, tingginya tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara masih menjadi masalah. Peresapan air laut terjadi ketika air laut masuk ke dalam tanah. Air laut mengandung garam dan mineral yang merusak tanah di daerah tersebut dan menyebabkan tingkat keasaman tanah meningkat. Akibatnya, daerah tersebut menjadi lebih rentan terhadap banjir dikarenakan air laut yang masuk ke dalam tanah memerlukan waktu lebih lama untuk menyerap kembali ke dalam tanah. Salah satu alasan mengapa air laut di Jakarta Utara dapat masuk ke dalam tanah adalah karena daerah tersebut relatif datar dan dekat dengan laut lepas. Kondisi geografis ini membuat air laut mudah masuk ke dalam tanah karena adanya kemiringan yang rendah. Selain itu, daerah tersebut juga tidak memiliki sistem aliran air permukaan yang baik, sehingga air laut dapat dengan mudah masuk ke dalam tanah. Kota Jakarta Utara juga dikenal sebagai daerah yang padat penduduk. Tingginya penduduk di daerah tersebut berakibat pada peningkatan tingkat aliran air permukaan. Akibatnya, aliran air permukaan yang terganggu membuat air laut lepas mudah masuk ke dalam tanah di daerah tersebut. Selain itu, kebiasaan manusia di daerah tersebut juga berperan dalam peresapan air laut. Pengembangan daerah perkotaan di daerah tersebut, seperti pembangunan apartemen, gedung perkantoran dan fasilitas umum lainnya, telah menghilangkan wilayah yang awalnya berupa sawah atau hutan. Akibatnya, air laut lepas dapat dengan mudah masuk ke dalam tanah di daerah tersebut. Untuk mengurangi tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara, pemerintah telah berupaya keras untuk meningkatkan kualitas aliran air permukaan di daerah tersebut. Salah satu cara yang telah diambil adalah dengan meningkatkan jaringan saluran air dan membangun bendungan untuk mengontrol aliran air permukaan. Selain itu, pemerintah juga telah mengambil langkah untuk meningkatkan konversi lahan sawah menjadi lahan basah dan meningkatkan aksesibilitas air bersih ke masyarakat. Kesimpulannya, peresapan air laut di Jakarta Utara lebih banyak terjadi karena daerah tersebut relatif datar dan dekat dengan laut lepas, tingkat penduduk yang padat, dan kondisi aliran air permukaan yang terganggu akibat pengembangan daerah perkotaan. Untuk mengurangi tingkat peresapan air laut, pemerintah telah mengambil berbagai tindakan, seperti meningkatkan jaringan saluran air dan membangun bendungan untuk mengontrol aliran air permukaan. – Kondisi geologi, topografi, dan iklim di Jakarta Utara memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Kondisi geologi, topografi, dan iklim di Jakarta Utara memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Hal ini dikarenakan adanya kondisi geologi yang menghalangi air laut dari menyerap ke dalam tanah di daerah lain. Jakarta Utara merupakan bagian dari wilayah kota yang relatif datar dan terdiri dari lapisan tanah berair yang tipis. Lapisan tanah ini tipis sehingga air laut dapat dengan mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, iklim di Jakarta Utara juga memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Cuaca di Jakarta Utara cenderung lembab dan berawan sepanjang tahun, sehingga air hujan cenderung tersimpan di dalam tanah. Kondisi ini membuat air laut menyerap ke dalam tanah secara alami. Kondisi geologi di Jakarta Utara juga memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Daerah ini terdiri dari lapisan tanah berair yang tipis. Tanah ini tipis sehingga air laut dapat dengan mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, daerah ini juga memiliki jumlah pasir yang cukup tinggi, yang membuat air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Topografi di Jakarta Utara juga memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Daerah ini relatif datar sehingga air laut dapat dengan mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, daerah ini juga memiliki jumlah pasir yang cukup tinggi, yang membuat air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Kondisi iklim di Jakarta Utara juga memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Cuaca di Jakarta Utara cenderung lembab dan berawan sepanjang tahun, sehingga air hujan cenderung tersimpan di dalam tanah. Kondisi ini membuat air laut menyerap ke dalam tanah secara alami. Selain itu, curah hujan yang tinggi di daerah ini membuat air laut menyerap ke dalam tanah dengan cepat. Secara keseluruhan, kondisi geologi, topografi, dan iklim di Jakarta Utara memungkinkan air laut untuk menyerap ke dalam tanah. Lapisan tanah yang tipis, jumlah pasir yang tinggi, dan kondisi iklim yang lembab membuat air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, curah hujan yang tinggi di daerah ini juga membuat air laut menyerap ke dalam tanah dengan cepat. Hal ini menyebabkan peresapan air laut yang lebih banyak terjadi di Jakarta Utara dibandingkan dengan daerah lain. – Curah hujan yang lebih tinggi di Jakarta Utara menyebabkan air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Kota Jakarta merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota negara. Jakarta memiliki banyak wilayah dengan daerah-daerah seperti Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jakarta adalah permasalahan air laut yang masuk ke dalam tanah. Jika air laut terus menyerap ke dalam tanah, maka tanah tersebut akan menjadi lebih keras dan akan membuat tanah tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk menanam tanaman. Hal tersebut disebabkan karena curah hujan yang lebih tinggi di Jakarta Utara yang membuat air laut lebih mudah untuk menyerap ke dalam tanah. Jakarta Utara merupakan daerah yang memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Jakarta. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa Jakarta Utara merupakan daerah yang berada di pinggir pantai. Karena lokasi Jakarta Utara yang berada di pinggir pantai, maka air laut akan lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Selain curah hujan yang tinggi, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi peresapan air laut di Jakarta Utara. Salah satu faktor yang mempengaruhi peresapan air laut adalah jenis tanah yang ada di daerah tersebut. Tanah yang ada di Jakarta Utara memiliki sifat yang lebih berpori. Sifat berpori tanah ini membuat air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, daerah Jakarta Utara juga memiliki topografi yang memungkinkan air laut untuk mudah menyerap ke dalam tanah. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi peresapan air laut adalah sistem drainase yang tidak memadai di daerah tersebut. Sistem drainase yang tidak memadai atau tidak berfungsi dengan baik membuat air laut lebih mudah menyerap ke dalam tanah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperbaiki sistem drainase di daerah tersebut agar air laut tidak dapat dengan mudah menyerap ke dalam tanah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa curah hujan yang tinggi di Jakarta Utara merupakan salah satu faktor yang membuat peresapan air laut di daerah tersebut lebih mudah terjadi. Selain itu, jenis tanah, topografi, dan sistem drainase yang tidak memadai juga berperan dalam meningkatkan tingkat peresapan air laut di daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan sistem drainase di daerah Jakarta Utara agar peresapan air laut di daerah tersebut dapat dikurangi. – Musim panas yang lebih panjang di Jakarta Utara menyebabkan tingkat pengeringan tanah lebih tinggi, dan air laut lebih cepat menyerap. Jakarta Utara merupakan bagian dari wilayah Metropolitan Jakarta yang memiliki luas sekitar 64 km2. Jakarta Utara memiliki keunikan tersendiri karena berbagai faktor iklim dan geografis. Salah satu keunikan tersebut adalah bahwa peresapan air laut di Jakarta Utara lebih banyak terjadi daripada di daerah lain di Jakarta. Penyebab utama ini adalah faktor iklim. Jakarta Utara memiliki musim panas yang lebih panjang dan lebih kering daripada daerah lain. Lebih khusus lagi, musim panas di Jakarta Utara cenderung terjadi lebih lama dari pada musim lain. Ini menyebabkan tingkat pengeringan tanah di daerah ini lebih tinggi. Hal ini menyebabkan air laut lebih cepat menyerap tanah di daerah ini daripada di daerah lain di Jakarta. Selain musim panas yang lebih panjang, kondisi geografis di Jakarta Utara juga memainkan peran penting dalam meningkatkan peresapan air laut. Jakarta Utara terletak di sepanjang pantai Utara Jakarta, yang membuat daerah ini lebih rentan terhadap pasang surut air laut. Air laut yang naik dan turun setiap hari menyebabkan air laut lebih cepat menyerap tanah. Kondisi geografis ini juga dikombinasikan dengan kondisi morfologi di Jakarta Utara. Daerah ini memiliki topografi yang relatif datar dan berbukit-bukit kecil. Kondisi ini membuat air laut lebih mudah untuk menyerap tanah. Dengan kata lain, topografi datar dan berbukit-bukit kecil di Jakarta Utara membuat air laut lebih mudah untuk menyerap tanah daripada di daerah lain di Jakarta. Kondisi iklim dan geografis di Jakarta Utara membuat daerah ini lebih rentan terhadap peresapan air laut. Musim panas yang lebih panjang di Jakarta Utara menyebabkan tingkat pengeringan tanah lebih tinggi, dan air laut lebih cepat menyerap. Selain itu, kondisi geografis dan morfologi di Jakarta Utara juga membuat air laut lebih mudah masuk ke tanah. Dengan begitu, peresapan air laut di Jakarta Utara lebih banyak daripada di daerah lain di Jakarta. – Tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi daripada daerah lain di Jakarta. Mengapa tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi daripada di daerah lain di Jakarta? Ini adalah pertanyaan yang banyak diajukan karena air laut menjadi bagian penting dari ekosistem Jakarta. Air laut merupakan sumber daya alam yang penting bagi masyarakat Jakarta dan juga menyediakan berbagai sumber daya lainnya seperti ikan, air untuk air minum, dan bahkan bahan baku untuk industri. Peresapan air laut adalah proses dimana air laut digunakan untuk menyediakan air bersih untuk penggunaan manusia. Ketika air laut peresap, ia melalui tahap yang disebut desalinasi. Proses ini menghilangkan garam dan mineral dari air laut melalui penyaringan khusus. Akibatnya, air yang dihasilkan adalah air bersih yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan manusia. Ketika datang ke peresapan air laut di Jakarta Utara, ada beberapa faktor yang membuatnya lebih tinggi daripada daerah lain di Jakarta. Salah satu faktor utama adalah lokasi geografis. Jakarta Utara berada di ujung timur Jakarta, yang berarti bahwa daerah ini lebih dekat ke laut dan air laut lebih mudah untuk dicapai. Hal ini membuat proses desalinasi lebih mudah dan lebih cepat, memungkinkan untuk lebih banyak air laut yang peresap. Kondisi geografis lainnya yang membuat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi adalah kualitas tanah. Di Jakarta Utara, tanahnya lebih subur dan mengandung lebih banyak nutrisi. Hal ini membuat proses peresapan air lebih efisien karena air laut yang masuk ke tanah lebih mudah diserap. Selain lokasi geografis dan kualitas tanah, ada juga faktor teknis yang mempengaruhi tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara. Salah satu faktor utama adalah infrastruktur yang ada. Infrastruktur ini meliputi sistem jaringan pipa, penyaringan, dan alat lain yang memudahkan proses peresapan air laut. Tanpa infrastruktur ini, kualitas air laut yang digunakan untuk air bersih akan lebih rendah. Kesimpulannya, ada beberapa faktor yang menyebabkan peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi daripada di daerah lain di Jakarta. Faktor-faktor ini termasuk lokasi geografis yang dekat dengan laut, kualitas tanah yang lebih subur, dan infrastruktur yang memudahkan proses peresapan air laut. Dengan faktor-faktor ini berkontribusi, tingkat peresapan air laut di Jakarta Utara lebih tinggi daripada di daerah lain di Jakarta. – Peresapan air laut di Jakarta Utara memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Penyebab air laut lebih banyak tertampung di Jakarta Utara adalah karena lokasi geografisnya yang cukup unik. Kota Jakarta Utara berada di sepanjang garis pantai barat Sumatera dan berbatasan dengan laut lepas. Ini membuatnya lebih mudah bagi air laut untuk memasuki daerah tersebut. Di samping itu, ada banyak estuari yang menghubungkan laut dan sungai yang mengalir di sekitar area tersebut. Hal ini juga memudahkan air laut untuk masuk ke wilayah Jakarta Utara. Selain karena letak geografisnya, penyebab lain mengapa air laut lebih banyak tertampung di Jakarta Utara adalah karena kondisi tanah yang cukup subur. Tanahnya yang subur menyebabkan air laut lebih mudah diserap dan disimpan. Ini berarti bahwa air laut dapat bertahan lebih lama di daerah tersebut. Selain itu, air laut juga lebih banyak tertampung di Jakarta Utara karena adanya curah hujan yang cukup tinggi. Air hujan yang jatuh di daerah ini membantu meningkatkan tingkat kelembaban di wilayah tersebut. Hal ini akan membantu air laut untuk diserap dan disimpan lebih lama. Peresapan air laut di Jakarta Utara memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Air laut dapat digunakan untuk mengairi tanaman dan menyiram sawah-sawah di sekitar daerah tersebut. Air laut juga dapat digunakan untuk membuat pupuk untuk tanaman. Dengan demikian, air laut akan membantu meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan yang lebih sehat bagi masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu, air laut juga bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Dengan adanya air laut yang tertampung di wilayah Jakarta Utara, kondisi lingkungan lebih baik. Air laut dapat membantu mengurangi polusi udara, mengurangi dampak dari perubahan iklim, dan meningkatkan tingkat kelembaban udara. Hal ini akan membantu menjaga kesehatan masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Kesimpulannya, air laut lebih banyak tertampung di Jakarta Utara karena letak geografisnya, kondisi tanah yang subur, dan curah hujan yang cukup tinggi. Peresapan air laut di daerah tersebut memegang peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Dengan memanfaatkan air laut, masyarakat di sekitar wilayah tersebut dapat meningkatkan produktivitas tanah dan memperoleh makanan yang lebih sehat. Selain itu, air laut juga dapat membantu mengurangi dampak dari perubahan iklim dan polusi udara yang meningkat.
Dijelaskannyabahwa beliau membayar f. 13.000 (tiga belas ribu gulden) lebih banyak dari pada yang dituntut oleh Raja Gowa, karena Kumpeni (V.O.C.) berhasil memperoleh keuntungan yang besar dari penjualan barang-barang di Tayuan. Pertempuran yang seru terjadi di Buton, di kepulauan Maluku, terutama di sekitar pulau Ambon, di pulau Buru dan
Jakarta Sekitar 115 pulau sedang dan kecil di Indonesia terancam hilang atau tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Demikian disampaikan Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Eddy Hermawan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis 16 September 2021. "Jangan terkecoh dengan kawasan Pantura saja, jangan terkecoh dengan Jakarta saja, apa yang akan terjadi di tahun-tahun berikutnya, inilah 115 pulau-pulau sedang dan kecil ini bisa tenggelam," kata Eddy. HEADLINE Sandiaga Uno Resmi Bergabung ke PPP, Peluang Jadi Cawapres Ganjar Pranowo? HEADLINE Puan Sebut AHY Masuk Bursa Cawapres Ganjar Pranowo, Serius atau Gimik? HEADLINE Pembahasan RUU Kesehatan Dibayangi Ancaman Mogok Nasional, Solusinya? Eddy berharap perhatian juga tertuju pada pulau-pulau sedang dan kecil di Indonesia seperti daerah wisata termasuk Bali dan Nias dan pulau-pulau lain. Termasuk di sepanjang pantai barat Sumatera yang juga terancam tenggelam, sehingga tidak hanya terpaku pada persoalan terancamnya Jakarta atau kota pesisir di Pantai Utara Jawa saja. "Tidak hanya Jakarta yang terancam, pulau-pulau kecil juga terancam," tuturnya. Menurut Eddy, kenaikan air laut tersebut disebabkan perubahan iklim dan penurunan muka tanah sehingga perlu kombinasi upaya mitigasi dan adaptasi ke depannya agar tidak kehilangan pulau-pulau tersebut. Namun begitu, kepada dia mengatakan publik tidak usah merasakan kekhawatiran yang berlebihan. Khususnya terkait besaran angka kenaikan air muka laut yang sebenarnya lebih kecil dari angka yang banyak dirilis berbagai lembaga. Apalagi jika merujuk pada laporan dari International Panel Climate Change IPCC, badan resmi dunia yang bertangung jawab tentang perubahan iklim. "Kalau melihat dari angka yang secara global pun kecil. Bahkan, 2030 di mana Presiden AS Joe Biden mengatakan hal itu relatif kecil. Saya menghitung hanya 25 cm di 2050, jadi 2030 tentu lebih kecil lagi kenaikan air muka lautnya," jelas Eddy, Jumat 17/9/2021 petang. Dia mengatakan, ada media yang mengabarkan bahwa kenaikan air muka laut di pesisir Jakarta bisa mencapai empat meter pada 2030. Hal itu terlalu ekstrim dan berbahaya, karena jika ada bias pun mungkin hanya sampai 50 cm, tidak sampai hitungan meter. "Jadi model dari mana angka meter itu? Logika saja, perjalanan es mencair dari Kutub ke Jakarta berapa lama? Kalau memang es mencair karena memang emisi CO2 naik, pasti negara-negara Skandinavia seperti Denmark dan Belgia habis duluan, nggak usah jauh-jauh, Singapura juga," tegas Eddy. Yang jelas, lanjut dia, perubahan iklim memang terjadi, kita tak bisa menghentikan. Tapi bisa menghambatnya dengan mengantisipasi emisi CO2 itu dengan menguranginya. Karena kalau menihilkam susah, sementara tiap hari orang naik mobil dan tiap pembakaran karbon menghasilkan CO2. Negara-negara penghasil minyak juga berkontribusi terhadap perubahan iklim, kebakaran hutan juga. Karena tiap yang dibakar menghasilkan emisi. "Memang ada keinginan untuk menghapus dampak itu menjadi nol, misalnya dengan menghadirkan teknologi mobil listrik. Tapi mobilnya belum siap pakai, stasiun pengisiannya belum ada. Mau pakai gas juga infrastrukturnya juga belum support," jelas Eddy. Jadi, lanjut dia, tidak bijak juga jika dikatakan perubahan iklim melulu soal ulah manusia, karena juga ada pengaruh alamiah. Seperti aktivitas matahari yang mencapai puncak panasnya yang berimbas ke es di kutub. "Manusia bukan faktor utamanya, tapi manusia yang memperparahnya. Selama kita manusia tidak tanggung jawab dengan apa yang sudah diperbuat maka akan sulit. Di sisi lain, ini terkait dengan sumber penghidupan mereka. Misal membuka lahan untuk bertani dengan cara membakar, jadi dilematis juga," ujar Eddy. Dia pun menyarankan pemerintah menyediakan mata pencaharian yang aktivitas sehari-harinya tidak memicu kerusakan alam agar mereka bisa menghasilkan sesuatu untuk hidup tanpa harus merusak lingkungan. "Jadi menurut hemat saya, untuk mengantisipasi agar air muka laut tak semakin parah, coba bangun mangrove di sepanjang Pantura. Hal itu sudah dilakukan tapi belum merata, kemudian juga penghijauan juga ditingkatkan untuk mengurangi emisi tadi," pungkas Eddy. Infografis 115 Pulau di Indonesia Terancam Tenggelam. itu, Project Officer Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi Nasional Abdul Ghofar mengatakan pihaknya tidak kaget dengan data yang dilansir BRIN. "Walhi Sumsel dalam Laporan Tahunan 2019, salah satunya menyebutkan empat pulau di Sumsel sudah dinyatakan hilang. Demikian pula ketika isu dampak krisis iklim ramai kembali waktu Presiden AS Joe Biden bilang Jakarta merupakan salah satu kota yang akan tenggelam. Faktanya, tidak hanya pesisir Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan wilayah utara Pulau Jawa sama rentannya dengan Jakarta," ujar Abdul kepada Jumat petang. Dia mengatakan, angka penurunan permukaan tanah di lokasi tersebut lebih cepat dibandingkan Jakarta, selaras dengan kenaikan air laut sebagai dampak krisis iklim. Berikutnya pulau-pulau kecil, yang rentan karena eksposenya memang agak minim karena bukan merupakan kawasan padat penduduk. "Kalau melihat datanya, semua itu memang dampak dari perubahan iklim ya, kalau soal adanya ulah manusia di situ, baik yang tinggal di wilayah pulau atau dalam wilayah yang lebih besar, saya pikir kalau melihat kausalitasnya memang berkaitan erat dengan aktivitas manusia," tegas Abdul. Dia mengatakan, Intergovernmental Panel Climate Change IPCC pada bulan Agustus 2021 merilis laporan yang menyatakan bahwa aktivitas manusia, mulai dari industri tranposrtasi, deforestasi untuk alih fungsi kawasan perkebunan dan pertanian, maupun permukiman telah menjadi penyebab krisis iklim saat ini. "Jadi human activity adalah faktor utama terjadinya krisis iklim. Tetapi kalau mau dilihat di skala lebih kecil, keterancaman pulau-pulau kecil itu dampak dari aktivitas manusia di sekutar pulau itu sangat minimalis, paling soal perubahan fungsi kawasan, seperti mangrove sebagai benteng alami pesisir berubah fungsi, misalnya untuk tambak," jelas Abdul. Ketika ditanyakan sampai kapan pulau-pulau itu bisa bertahan, dia mengatakan Walhi daerah umumnya menggunakan permodelan satelit, seperti Walhi Sumsel yang mengukur hilangnya pulau-pulau kecil. Sementara lembaga Climate Center membuat permodelan dengan tiga skenario, pertama skenario paling buruk, moderat, dan yang bagus. Kalau diambil skala moderat, mereka memproyeksikan kenaikan hingga tahun 2100 sekitar 0,4 meter atau 40 cm. "Memang terlihat tidak tinggi, tapi jalau kita melihat kawasan permukiman di Indonesia itu sebagian besar wilayah pesisir yang hari ini sudah mengalami dampak signifikan, Pekalongan itu sudah terdampak parah, Jakarta Utara parah, Demak parah, Semarang parah, apalagi nanti kalau menunggu tahun 2050 atau 2100, dampaknya akan banyak pengungsi," ujar Abdul. Menurut dia, ada dua langkah yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk mencegah krisis ini terjadi. Pertama, pengurangan emisi karbon itu harus signifikan dilakukan, karena rencana pengurangan emisi Indonesia itu kurang ambisius dan kurang serius. Jadi pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang lebih serius dan ambisus untuk pengurangan emisi di semua sektor. "Berikutnya transisi energi, kita tahu lebih dari 50 persen pembangkit listrik kita itu didominasi energi kotor terutama yang bersumber dari batubara. Nah, dorongan untuk melakukan penghentian operasj PLTU Batubara hatus dipercepat. Apalagi tren global banyak yang sudah bertransisi, PLTU sudah lama dipensiunkan, mulai mengejar enegeri baru terbarukan," jelas Abdul. Sementara dalam skala lokal, lanjut dia, ada upaya untuk melakukan adaptasi dan mitigasi, salah satunya melakukan pendekatan di kawasan ekosistem mangrove sebagai benteng alami pertahanan dari ombak harus diperbanyak. Pemerintah bisa membantu untuk membiayai pembibitan dan pemeliharaan benteng alami yang sudah diinisiasi masyarakat. "Jadi, alih fungsi lahan di mangrove itu harus dicegah, karena banyak praktik terutama di pesisir utara Pulau Jawa, kawasan ekosistem mangrove itu dialihfungsikan jadi kawasan industri, seperti di Kendal dekat Semarang," pungkas 115 pulau sedang dan kecil di Indonesia terancam hilang atau tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional, Eddy Hermawan berharap perhatian juga tertuju pada daerah wisata termasuk Bali dan...Hitung Mundur Jakarta dan BaliIlustrasi perubahan iklim. dok. Marcomini/lucasmarcominiSelain menyorot ratusan pulau di Indonesia yang bakal tenggelam akibat perubahan iklim dan pemanasan global, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Eddy Hermawan juga memberi catatan khusus terhadap kawasan pesisir Jakarta. "Tidak hanya pemanasan global, penurunan muka tanah juga merupakan kontributor cukup besar yang menyebabkan Jakarta menjadi terendam," ujar Eddy. Ia menyarankan untuk lebih mengutamakan langkah-langkah yang memprioritaskan kelestarian dan keberlanjutan lingkungan seperti penanaman mangrove dan reboisasi serta menghasilkan dan menerapkan inovasi yang bisa menjadi solusi terhadap masalah itu. Eddy menuturkan, hasil simulasi menunjukkan kenaikan permukaan air laut akan menutupi Jakarta secara permanen pada 2050 sekitar 160,4 km persegi atau sama dengan 24,3 persen dari luas total wilayah saat ini. Air laut masuk antara lain ke wilayah Tanjung Priok, Pademangan, Penjaringan, Bandara Soekarno Hatta, Koja dan Cilincing. Selain perubahan iklim dan penurunan muka tanah, Eddy menuturkan kondisi wilayah Jakarta juga menyebabkan potensi wilayah itu terendam air laut juga makin tinggi karena berupa wilayah landai dan teluk. "Kondisi lokal setempat Jakarta yang memang juga menjadi serangan empuk bagi masuknya air laut karena tanahnya landai, empuk, bentuknya teluk," tutur dia. Eddy menuturkan, semua kawasan Pantura memang berisiko masuknya air laut, namun terlebih khusus daerah Jakarta karena kondisi lokal tanah yang empuk dan topografi wilayah yang membuat Jakarta makin berisiko terendam. "Pada dasarnya yang terjadi saat ini adalah kombinasi yang sudah airnya naik karena es mencair di kutub tetapi juga penurunan muka tanah yang tidak bisa kita kontrol sebenarnya," jelas dia. Sementara itu, Utusan Khusus Gubernur DKI Jakarta untuk Perubahan Iklim Irvan Pulungan mengatakan salah satu faktor yang meningkatkan potensi Jakarta tenggelam di tengah dampak perubahan iklim adalah penggunaan sumber daya air secara masif yang menyebabkan penurunan muka tanah. "Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan potensi tenggelamnya Jakarta, yaitu letak geografis DKI Jakarta yang memang 40 persen wilayahnya berada di bawah permukaan laut, tingkat urbanisasi yang masif menyebabkan pembebanan pembangunan, serta penggunaan sumber air yang masif menyebabkan turunnya permukaan tanah," kata Irvan. Dia menuturkan, sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis terutama untuk pengendalian bencana perubahan iklim, pengendalian banjir dan perlindungan pesisir, serta perlambatan penurunan muka tanah. "Untuk pengendalian bencana perubahan iklim, Pemerintah DKI mengeluarkan sejumlah kebijakan/regulasi terkait seperti rencana aksi daerah penurunan gas rumah kaca, bangunan gedung hijau, perlindungan dan pengelolaan pohon, dan tim kerja mitigasi dan adaptasi bencana iklim," jelas Irvan. Aksi yang telah dilakukan terkait pengendalian untuk perubahan iklim antara lain zona rendah emisi di kawasan Kota Tua, peningkatan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau, kerja sama antar pemerintah daerah hulu dalam pengelolaan daerah aliran sungai dan tata kelola wilayah tangkapan air, serta perluasan layanan air bersih melalui subsidi air minum. Sementara aksi yang telah dilakukan terkait pengendalian banjir dan perlindungan pesisir antara lain pengerukan sungai untuk memberikan ruang tambahan bagi aliran air, sumur resapan, penanaman mangrove di pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu, pembangunan tanggul pantai, peningkatan adaptasi masyarakat atas bencana banjir, dan penyusunan rencana kontijensi banjir serta garis komando dalam pelaksanaan evakuasi kejadian banjir. Irvan menuturkan perlunya inovasi dalam tata kelola kawasan perkotaan, dan pendekatan pengelolaan sumber daya yang lebih sirkular. Pemerintah DKI Jakarta juga mendorong kolaborasi aksi pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil dan organisasi akademik dalam menanggulangi krisis iklim melalui pembentukan Tim Kerja Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Di sisi lain, melalui Peraturan Gubernur Pergub Nomor 57 Tahun 2021, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan subsidi air bersih untuk mendorong terwujudnya perluasan layanan air bersih bagi warga Jakarta yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi penggunaan air tanah yang mengakibatkan penurunan muka tanah di Jakarta. Selain Jakarta, Pulau Bali juga diprediksi akan tenggelam. Pada tahun 2050, Pulau Bali diprediksi akan terendam seluas 489 km. Hal itu disebabkan oleh curah hujan yang terus meningkat dalam jangka panjang. Terkait hal itu, Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama mengatakan, dirinya tidak membantah temuan itu. Sejak lama Walhi Bali sudah mengingatkan banyak pihak soal adanya potensi kenaikan air laut yang lama-kelamaan membuat Bali tenggelam dan hilang. Selain perubahan iklim, kenaikan muka air laut di wilayah pesisir juga banyak disebabkan oleh pembangunan pariwisata yang tidak ramah lingkungan. "Pembangunan proyek-proyek yang berada di pesisir ini yang mengancam Pulau Bali sesungguhnya. Kalau dibilang potensi tenggelam, tentunya itu sudah lama kami sadari," kata Made Juli saat dihubungi Jumat 17/9/2021. Dia mengatakan, temuan Walhi mengungkap abrasi di pesisir Bali sudah terjadi sejak tahun 60-an. Sejak landasan pacu Bandara Ngurah Rai dibangun dengan mereklamasi pantai. Berdasarkan pencitraan tahun 1972 hingga saat ini tercatat garis pantai mundur hingga ribuan meter. Ukuran tahun 1972 dipakai karena di periode itulah dimulainya revolusi industri yang menjadi awal terjadinya perubahan iklim. "Pura Cedok Waru itu saksinya, mundur sampai tiga kali karena reklamasi air laut naik. Jadinya pura itu tenggelam lalu dipindah lagi, itu sampai tiga kali," kata Made Juli. Perubahan iklim secara global diakui memang menjadi salah satu penyebab naiknya muka air laut di banyak tempat. Tapi bukan berarti pihaknya tutup mata terhadap perusakan lingkungan yang juga marak terjadi. Dia mencontohkan pembangunan proyek-proyek pariwisata di pesisir Bali, yang suka tidak suka turut menjadi biang keladi yang mempercepat Bali tenggelam. Apalagi melihat proyek-proyek tambang pasir, proyek perluasan bandara 153 hektare dan rencana perluasan pelabuhan seluas hektare. "Kalau dalam hukum tata ruang itu kan seharusnya hukum yang mengatur pariwisata, pada kenyataanya di Bali pariwisata yang mengatur hukum," tegas Made Juli. Dia lantas memberi contoh, ada investor ingin membangun destinasi wisata tapi di wilayah konservasi. Kenyataannya bukan pariwisatanya yang mengikuti aturan konservasi, tapi hukumnya yang dipermainkan agar wilayah konservasi ini bisa mengakomodir pariwisata. "Baru-baru ini, tahun 2019, itu mangrove kita itu mati 17 hektare akibat reklamasi Pelabuhan Benoa," kata Made Juli. Saat ini di Bali, kata dia, ada Perda Zonasi Pesisir, namanya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Praktiknya sama seperti tata ruang, mana daerah yang boleh dibangun, dan mana daerah yang perlu dilindungi. "Tapi pada kenyataannya, perda ini banyak mengakomodir proyek-proyek yang merusak lingkungan hidup, seperti tambang pasir, reklamasi, dan perluasan kawasan pesisir. Jika proyek-proyek seperti itu malah diakomodir, maka potensi tenggelamnya Bali akan lebih cepat," Made Juli Segera Hilang dari PetaEmisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. PixabayAdalah Presiden Amerika Serikat AS Joe Biden yang memantik polemik di Tanah Air. Jauh-jauh berbicara dari Washington DC, Amerika Serikat, dia berbicara tentang wilayah DKI Jakarta yang dalam kondisi terancam. Tak heran kalau ucapan Biden membuat perhatian publik sedikit teralihkan dari kasus Covid-19 yang sedang tinggi-tingginya. Dalam pidatonya di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada 27 Juli lalu, Biden menyebutkan bahwa Jakarta terancam tenggelam. Penyebabnya adalah perubahan iklim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia sehingga Indonesia harus memindahkan Ibu Kota negaranya. Dia menyitir laporan Badan Antariksa AS NASA yang mengatakan meningkatnya suhu global dan lapisan es yang mencair membuat banyak kota di pesisir seperti Jakarta menghadapi risiko banjir. Juga adanya luapan air laut yang semakin besar. Menurut situs resmi Gedung Putih, pada Jumat 30/7/2021, Biden mulai membahas isu perubahan iklim dengan menyampaikan bagaimana masalah tersebut memiliki dampak berbahaya yang sama terhadap semua negara. Walaupun isu lingkungan tersebut sebenarnya sudah lama jadi pembahasan, kali ini gaungnya berbeda karena disampaikan seorang presiden dari negara adikuasa. Kalau soal kenaikan air laut dan penurunan tanah sudah lama diakui memang telah terjadi. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, misalnya, pernah menyampaikan proyeksi permukaan laut pada 2050 dan 2100 akan naik 25-50 sentimeter cm. Kenaikan permukaan laut akan mengancam warga kawasan pesisir di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, dan Demak. LIPI juga membeberkan faktor lain yang ikut mendukung penurunan permukaan tanah Jakarta. Salah satunya akibat pertambahan bangunan dalam skala masif setiap tahun. Bangunan-bangunan untuk kepentingan industri, perkantoran, perumahan menyebabkan daerah resapan air semakin menipis. Hal itu, kata ahli, perlu ditata ulang oleh pemerintah. Hal senada diungkapkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi. Dikutip dari laman abrasi mengancam keberadaan pulau-pulau di pesisir Provinsi Riau. Abrasi parah antara lain terjadi di Pulau Bengkalis, Pulau Batu Mandi Rokan Hilir, Pulau Rupat di Bengkalis dan Pulau Rangsang. Selain hantaman gelombang laut dan pertahanan hutan mangrove minim, laju abrasi juga didorong alih fungsi lahan. Hasil overlay garis pantai menunjukkan, sebagian besar abrasi terjadi di pantai utara Pulau Bengkalis. Paling parah di bagian barat diikuti bagian selatan. Laju abrasi dari 1988-2004, pada level 30-40 hektar rata-rata per tahun. Sejak 2004 ke atas, laju abrasi naik lebih dua kali lipat rata-rata per tahun. Demikian pula dengan Pulau Rangsang, yang meski tak selaju abrasi, akresi di pulau ini selama 24 tahun merujuk hasil overlay hanya 243,53 hektare atau rata-rata 10,29 hektare per tahun. Artinya, pengurangan daratan Pulau Rangsang sejak 1990-2014 seluas 854 hektar atau 36,08 hektare rata-rata per tahun. Bila melihat laju abrasi antara kedua pulau itu, Rangsang tampak lebih kritis. Dengan luas pulau 909,8 kilometer persegi, rata-rata laju abrasi per tahun Pulau Rangsang hampir setara abrasi Bengkalis yang luasnya kilometer persegi. Kondisi tanah dan letak pulau pun sama. Umumnya tanah rawa gambut dan langsung berhadapan dengan laut terbuka. Inti dari semakin parahnya abrasi tersebut adalah perencanaan diterapkan pemerintah di pulau-pulau itu tidak adaptif. Contoh, pemberian izin-izin perkebunan dan konsesi hutan tanaman industri HTI di pulau berkontur gambut, seperti Pulau Rangsang, Rupat dan Bengkalis merupakan sumber utama masalah ancaman. Tak hanya itu, masih di Provinsi Riau, Pulau Padang adalah pulau lainnya yang disebut terancam tenggelam. Tenggelamnya pulau ini disebabkan oleh rusaknya ekosistem gambut akibat ulah manusia yang sengaja membakar hutan dan lahan. Permukaan laut akan meningkat dan memicu abrasi Pulau Padang. Di luar Provinsi Riau, ada Pulau Salah Namo atau Salah Nama yang terletak di Banyu Asin, Sumatera Selatan yang juga terancam tenggelam. Pulau itu kini memiliki ketinggian dua meter di atas permukaan laut. Dilansir dari laman The Star, Kepala Unit Lingkungan di Pulau Namo, Syahrul mengatakan, warga di pulau itu sudah tahu bahwa permukaan laut yang naik dapat menenggelamkan tempat tinggal mereka. Warga pun telah memindahkan rumah mereka berjarak puluhan meter dari posisi sebelumnya. Masih di Sumsel, ada Pulau Burung yang juga terancam lenyap. Kekinian, ketinggian pulau itu hampir sama dengan permukaan laut. Ancaman lenyapnya pulau ini disebabkan oleh pemanasan global. Kemudian Pulau Kelor yang masuk dalam gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta diprediksi terancam eksistensinya. Hal itu ditunjukkan lewat luas pulau yang kian menyempit. Kini, luas pulau tersebut diperkirakan hanya tersisa satu hektare saja. Yang paling menghawatirkan, pada tahun 2050, Pulau Bali diprediksi akan terendam seluas 489 km. Hal itu disebabkan oleh curah hujan yang terus meningkat dalam jangka panjang. Selain terancam tenggelam, Pulau Bali juga diprediksi akan terbagi menjadi dua bagian. Nusa Dua akan menjadi pulau terpisah dari Pulau Bali. Sementara, kabar terakhir yang dilansir Walhi, dua pulau yang berada di Sumatera Selatan yakni Pulau Betet dan Pulau Gundul sudah lenyap tenggelam. Sementara empat lainnya terancam tenggelam. Informasi terbaru yang membuat kita makin bergidik datang dari Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Eddy Hermawan yang mengatakan 115 pulau sedang dan kecil di Indonesia terancam hilang atau tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. "Tidak hanya Jakarta yang terancam, pulau-pulau kecil juga terancam," tutur Eddy di Jakarta, Kamis 16/9/2021. Sulit untuk dibayangkan, 20 atau 30 tahun ke depan, kita tak akan lagi menemukan ratusan noktah kecil di peta Kepulauan Nusantara. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
VFrZqdL. hy73jc597a.pages.dev/485hy73jc597a.pages.dev/376hy73jc597a.pages.dev/56hy73jc597a.pages.dev/266hy73jc597a.pages.dev/266hy73jc597a.pages.dev/54hy73jc597a.pages.dev/260hy73jc597a.pages.dev/69
mengapa peresapan air laut lebih banyak terjadi di jakarta utara